Jakarta (ANTARA) - Perkembangan pelbagai piranti teknologi dan kecepatan koneksi internet telah mengubah gaya hidup seseorang dan cara berkomunikasi penggunanya.

Kedua teknologi itu menjembatani masyarakat modern untuk mengakses segala informasi dan melakukan berbagai aktivitas secara mudah.

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, penerapan luas inovasi teknologi berperan penting dalam mendorong generasi milenial untuk menciptakan kreativitas saat mereka menjelajahi internet.

Internet telah memfasilitasi komunikasi interaksi masyarakat modern walaupun mereka terpisah jarak beribu-ribu kilometer.

Sebelum munculnya teknologi informasi, orang-orang melakukan aktifitas komunikasi dengan surat-menyurat.

Mereka harus mendatangi Kantor Pos terlebih dahulu untuk mengirim pesan, melakukan proses pengiriman yang disertai alamat yang dituju oleh si pengirim dan dilengkapi perangko.

Diperlukan waktu berhari-hari, atau bahkan berminggu-minggu agar pesan yang dikirim sampai kepada penerima.

Alternatif untuk pengiriman pesam yang lebih cepat adalah telegram tetapi mahal dan teks dibatasi hanya beberapa kata saja.

Kini, hanya berbekal ponsel pintar, setiap individu tidak hanya dapat mengobrol secara langsung dengan kolega maupun keluarga melalui telepon, layanan pesan singkat, media sosial, "video call service" dan aplikasi komunikasi (Wechat, Whatsapp, Weibo, dan lain-lain), selain juga bisa membaca berita media daring Antaranews.com sambil mendengarkan lagu terbaru melalui Youtube maupun Youku.

Perkembangan teknologi tidak berhenti sampai di situ, malah kian pesat. Setiap menit, teknologi baru muncul dengan kelebihan yang berbeda satu sama lain dan saling melengkapi.

Penemuan teknologi komunikasi baru seperti fiber optics, jaringan internet pita lebar, big data, virtual reality, hingga artificial intelligence (AI) akan mengubah episode kehidupan manusia pada masa mendatang.

Dekan Akademi Media dan Urusan Publik di Universitas Komunikasi China (CUC) Prof Yujun Yang mengatakan perkembangan teknologi menimbulkan peluang dan tantangan besar di bidang komunikasi.

Ia meminta praktisi media untuk mengimbangi tren tersebut dan menguasai teknologi untuk mendorong integrasi media dan teknologi, ujar Yujun Yang dalam lokakarya tentang Media Baru: dari Teknologi ke Karya Kreatif di Beijing, China, beberapa waktu lalu.

Selain itu, pola komunikasi masyarakat modern yang menginginkan informasi secara instan dan membaca inti dari sebuah berita, juga mengubah cara kerja wartawan di lapangan.

"Para jurnalis harus mampu melaporkan sebuah berita secara cepat dan akurat," ujar dia.

Mungkin suatu hari, lanjut Yujun Yang, pekerja media akan menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah penemuan robot yang dapat mewawancarai sumber berita, menulis dan melaporkan berita.

Untuk mengatasi hal tersebut, ia mengatakan, wartawan harus terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan lebih kreatif dalam menggunakan sebuah teknologi. Dengan demikian, para jurnalis tidak akan digantikan oleh robot.

Yujun Yang menegaskan setiap individu harus menjadi tuan, bukan budak dari teknologi ciptaan manusia.

Sementara itu Dekan Akademi Jurnalistik di National Management Degree College of Myanmar Prof Zin Mar Kyaw mengatakan media konvensional harus beradaptasi dengan perubahan teknologi komunikasi untuk mempertahankan eksistensinya dengan melibatkan pembangunan sumber daya manusia.

Reporter dan editor tidak hanya cerdas dalam melaporkan sebuah berita tetapi mereka harus melek teknologi.

Di era milenial, jurnalis dituntut tidak lagi hanya menguasai dasar-dasar jurnalistik, tetapi juga memiliki kemampuan penguasaan teknologi multimedia.

Ia mencontohkan, wartawan harus mampu memanfaatkan berbagai fitur dalam telepon pintar, maupun teknologi informasi lainnya untuk menunjang aktifitas kerja mereka.

Kemajuan teknologi mengharuskan adanya perhubungan berbagai saluran komunikasi massa seperti media online. radio, televisi, internet maupun platform, ujar Prof Zin Mar Kyaw.

Saat ini, media konvensional beralih ke media online karena perubahan pola pembaca berita, karena setiap orang lebih sering mengakses sebuah informasi melalui media online dibandingkan media konvensional.

Dengan memegang perangkat pintar di tangannya, tiap individu dapat mencari dan mengakses informasi maupun peristiwa yang terjadi di berbagai lokasi di dunia.

Baca juga: TELAAH -- Generasi Z dan Y di balik keruntuhan & kebangkrutan pers cetak
Baca juga: Dakwah di era konvergensi media

Selain itu, editor senior The Manila Times Tita Valderama mengatakan perusahaan media tidak lagi bisa mengandalkan media cetak karena oplah terus mengalami penurunan.

Oplah terus turun sementara harga kertas naik dan iklan berkurang. Kalau hal itu terjadi terus, perusahaan media akan gulung tikar.

Untuk "survive", lanjut dia, perusahaan media kini beralih ke media online dengan membuat berbagai spesialisasi topik pemberitaan.

Namun, saat ini, media online tidak bisa menyajikan berita sesuai kemauan sendiri. Media harus pintar melihat topik apa yang bisa menarik perhatian para pembaca.

Berdasarkan survey Nielsen di Indonesia, kepembacaan melalui Internet atau Digital juga cukup tinggi. Menurut data Nielsen Consumer and Media View, sampai dengan kuartal ketiga 2017, jumlah pembaca versi digital mencapai 6 juta orang dengan penetrasi sebesar 11 persen.

Hal itu juga terlihat dari tingginya penetrasi kepembacaan digital di beberapa kota di pulau Jawa seperti, area Bandung dan sekitarnya (25 persen), Surakarta (22 persen), Yogyakarta dan sekitarnya (19 persen), Semarang dan sekitarnya (12 persen) serta Jakarta dan sekitarnya (11 persen).

Sementara itu, di luar pulau Jawa, kebanyakan pembaca masih lebih banyak membaca dalam bentuk cetak.

Hal menarik lainnya adalah versi digital mampu menjangkau pembaca dari Generasi Z dengan rentang usia 10-19 tahun (17 persen). Mereka adalah konsumen media masa depan.

Ketika berbicara tentang konten media, pada kenyataannya konten muatan lokal masih menarik perhatian para pembaca di beberapa kota di Indonesia, baik yang dibaca melalui media cetak ataupun yang diakses di media online. Seperti di Makassar, sebanyak 80 persen konsumen membaca konten lokal melalui Koran dan 60 persen mengakses konten lokal melalui internet. Di Surakarta, 54 persen konsumen membaca konten lokal malalui Koran dan 36 persen mengaksesnya melalui Internet.

Peluang kerja sama

Sekretaris Jenderal ASEAN - China Centre (ACC), Chen Dehai, mengatakan transformasi teknologi memberikan peluang langka dan ruang yang luas untuk kerja sama media dari negara ASEAN dan China.

Lokakarya yang diikuti media dari Negara ASEAN dan China adalah praktik yang baik untuk meningkatkan kerja sama yang lebih erat antara media dari ASEAN dan China di era media digital.

Chen Dehai berharap bahwa media dari kedua belah pihak akan bertukar pengalaman serta belajar satu sama lain terhadap penggunaan media baru untuk mengangkat kerjasama antar media ke tingkat yang lebih tinggi, sehingga memberikan kontribusi yang lebih besar untuk mengembangkan hubungan ASEAN dan China.

Sementara itu, Penasihat dan direktur Divisi Informasi dan Diplomasi Publik, Departemen Luar Negeri Asia, Kementerian Luar Negeri, Republik Rakyat Tiongkok, Zhang Zhixin, mengatakan China siap untuk bergandengan tangan dengan ASEAN untuk meningkatkan kemitraan strategis bilateral ke tingkat yang lebih tinggi.

Ia mengatakan tahun 2019 adalah tahun pembukaan implementasi Visi Kemitraan Strategis ASEAN-China 2030.


Baca juga: OANA Diimbau Merespon Trend Konvergensi Media Secara Bijak