Jakarta (ANTARA) - Sistem pelaporan dan pengawasan haji khusus kini dilakukan secara dalam jaringan sebagai upaya peningkatan pelayanan dan dasar pertimbangan untuk pengenaan sanksi bagi penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) “nakal” atau yang tidak memberikan pelayanan optimal.

“Tahun lalu masih manual, tahun ini akan dilakukan melalui 'online',” kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) M. Arfi Hatim ketika memberikan materi Pembekalan Terintegrasi Petugas Haji Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Jumat.

Tahun ini, kata dia, akan mulai digunakan aplikasi khusus untuk pelaporan dan pengawasan terhadap PIHK.

Pihaknya sekaligus berharap akan ada penambahan personel bagi pengawasan pelaksanaan haji khusus oleh PIHK untuk menjamin jamaah haji khusus mendapatkan pelayanan yang optimal.

“Bahkan kalau perlu dan memungkinkan petugas dari TNI/Polri bisa menjadi pengawas PIHK,” katanya.

Ia menambahkan pola pengawasan haji khusus terbagi menjadi tiga, yakni di dalam negeri, luar negeri, dan pengaduan jamaah.

Dalam negeri, meliputi pengawasan dalam hal pendaftaran haji, pelunasan BPIHK, pindah jamaah antar-PIHK, penggabungan jamaah atau konsorsium, dan pembatalan pemberangkatan.

Untuk luar negeri, meliputi pengawasan dalam hal pendataan keberangkatan dan pemulangan serta standar layanan akomodasi, transportasi, dan konsumsi di Arab Saudi.

Untuk pengaduan jamaah, meliputi seluruh layanan yang diberikan PIHK.

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 22 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal PIHK, dalam melaksanakan pasal 38, khususnya ayat 3 tentang pelaksanaan haji khusus, pemerintah menetapkan standar pelayanan minimal yang merupakan tolok ukur yang wajib diberikan oleh PIHK kepada jamaah.

Hal itu dengan tujuan memberi kepastian ketersediaan pelayanan minimal oleh PIHK yang akan dijadikan acuan sebagai alat pengawasan dan penilaian terhadap PIHK itu sendiri.