Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Utama Bappenas Syahrial Loetan mengungkapkan, jika pemerintah masih mengalami surplus pembiayaan hingga akhir September 2007, maka sebagian pinjaman program 2007 dapat ditunda penarikannya hingga kebutuhan mendesak. "Kenapa kita ingin menarik pinjaman program, pasti kita dulu menganggap punya defisit yang lumayan. Tetapi kalau sekarang penyerapan masih rendah dan masih ada surplus cukup besar, mungkin penarikannya bisa ditunda dan baru dicairkan sesuai rasio kebutuhan," kata Syahrial di Jakarta, Jumat. Dijelaskannya, pemerintah tidak perlu khawatir jika komitmen pinjaman itu kemudian akan dihapuskan oleh lender, karena pemerintah bisa saja menegoisasi untuk mengundurkan closing date pinjaman satu atau dua tahun. Komitmen pinjaman program yang telah diberikan lender dan disepakati oleh DPR pada 2007 adalah 2,1 miliar dolar AS, dimana 900 juta dolar AS berasal dari Bank Pembangunan Asia (ADB), 800 juta dolar AS berasal dari Bank Dunia, dan 400 juta dolar AS dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Hingga akhir September 2007, pemerintah baru menarik 200 juta dolar AS dari JBIC, sementara sisa 1,9 miliar dolar AS belum ditandatangani MoU-nya. "Pinjaman program sangat fleksibel karena langsung masuk ke dalam kas Bendahara Umum Negara, bercampur dengan penerimaan pajak dan penerimaan lainnya," katanya. Meski demikian, dia berharap pemerintah dapat menyerap seluruh pinjaman proyek yang telah disepakati oleh DPR dalam APBNP 2007 mengingat proses yang panjang dan melelahkan untuk memperoleh pinjaman tersebut. Menurut data Depkeu, hingga akhir September, realisasi penyerapan pinjaman proyek baru mencapai sekitar 1 miliar dolar AS, atau 39 persen dari pagu 2,564 miliar dolar AS. Berdasarkan lender, pinjaman multilateral baru terserap 383,14 juta dolar AS atau 36 persen dari pagu 1,063 miliar dolar AS, dan pinjaman bilateral baru terserap 617,45 juta dolar AS atau 41 persen dari pagu 1,501 miliar dolar AS. Data Depkeu juga menyebutkan, hingga akhir Oktober, pemerintah masih memiliki surplus pembiayaan sebesar Rp38,8 triliun, yang terdiri atas surplus anggaran Rp17,6 triliun dan surplus penerbitan surat berharga negara Rp21,1 triliun. (*)