Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman, Indra Permanajati mengatakan bencana hidrometeorologi biasanya akan berkurang atau jarang terjadi pada musim kemarau karena berkurangnya curah hujan dan fluktuasi air.

"Biasanya jarang terjadi atau berkurang saat kemarau karena curah hujan sebagai parameter yang paling berpengaruh juga berkurang," katanya di Purwokerto, Kamis (25/4).

Indra yang merupakan Dosen Mitigasi Bencana Geologi, Jurusan Teknik Geologi menjelaskan salah satu kondisi yang berpengaruh terhadap kebencanaan adalah kondisi curah hujan.

Musim hujan biasanya diikuti dengan bencana banjir, banjir bandang, dan tanah longsor. Bencana tersebut biasa disebut bencana hidrometeorologi," katanya.

Kemudian, ketika musim hujan berganti menjadi musim kemarau, kata dia, maka intensitas banjir, banjir bandang, dan tanah longsor juga berkurang.
Sehingga saat musim kemarau, diprakirakan masyarakat lebih aman dari bencana hidrometeorologi. Tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya bencana-bencana lain contohnya seperti bencana tektonik yaitu gempa bumi, vulkanik yaitu gunung api, karena bencana ini tidak dipengaruhi oleh fluktuasi air hujan," katanya.

Dengan demikian, kata dia, masyarakat harus tetap waspada untuk jenis bencana ini.

Terutama di wilayah-wilayah yang masuk pada daerah rawan bencana tektonik dan vulkanik," katanya.

Dengan demikian, kata dia, kesiapsiagaan terhadap bencana dan upaya mitigasi bencana harus terus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat.

Sebelumnya, dia mengatakan, peningkatan kapasitas untuk sadar dan tangguh bencana harus mengakar ke semua lapisan masyarakat dan harus dijadikan bagian dari karakter bangsa.

Pendidikan ini bisa dimulai dari sekolah dasar, menengah, bahkan perguruan tinggi, kemudian sosialisasi ke masyarakat secara terus-menerus, dan dukungan media," katanya.

Dia juga menambahkan, budaya menjaga alam dan sadar bencana harus dijadikan gaya hidup di tengah masyarakat dan diviralkan.