Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis memanggil enam saksi dalam penyidikan kasus korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Enam saksi itu dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dirut PT PLN (Persero) Sofyan Basir (SFB).

"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa enam orang saksi untuk tersangka SFB terkait tindak pidana korupsi kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Enam saksi itu, yakni Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso, Direktur Operasi PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) Dwi Hartono, Direktur Utama PT PJBI Gunawan Yudi Hariyanto.

Selanjutnya, Plt Direktur Operasional PT PLN Batubara Djoko Martono, Direktur Utama PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Iwan Agung Firstantara, dan Kepala Divisi Independen Power Producer (IPP) PT PLN Muhammad Ahsin Sidqi.

KPK pada Selasa (23/4) telah menetapkan Sofyan Basir sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.

Dalam kronologi kasus tersebut, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).

Diduga, telah terjadi beberapa kali penemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU itu.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga Sofyan telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Kemudian, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka.

Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat, seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah Sofyan.

Tersangka Sofyan disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 56 ayat (2) KUHP juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.