Bandung (ANTARA) - Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai Undang-undang Pemilu Tahun 2017 perlu direvisi mengingat munculnya sejumlah masalah pasca pelaksanaan Pemilu 2019.

"KPU tidak bersalah. KPU hanya menjalankan undang-undang. UU Pemilu lah yang tidak representatif dan menyebabkan keluhan masyarakat," kata Dedi Mulyadi dalam siaran persnya, Selasa.

Dia tidak sepakat dengan pendapatan yang ada saat ini bahwa bahwa KPU menjadi penyebab proses Pemilu 2019 menjadi banyak masalah.

Menurut dia, KPU hanya menjalankan amanat Undang-undang Pemilu yang menyebabkan banyak panitia kelompok pemungutan suara meninggal dunia saat bertugas dan proses panjang pengitungan suara.

Dia mengatakan proses perhitungan suara berjenjang yang biasanya hanya di tingkat TPS lalu TPPS saat ini berubah menjadi tingkat kecamatan yang membuat jumlah perhitungan surat suara lebih banyak.

"Waktu perhitungan lebih lama dan melelahkan, karena perhitungan dilakukan pada saat bersamaan," katanya.

Ia mengatakan kesalahan UU Pemilu ini membuat proses pemungutan dan perhitungan suara yang sebelumnya sederhana, kini menjadi sesuatu hal yang malah menyulitkan.

"Sehingga ini kesalahan kolektif dari penyusun undang-undang mulai partai politik dan pemerintah," ujarnya.

Dirinya mengusulkan jika seluruh proses pemilu 2019 ini selesai maka pemerintah dan seluruh ketua partai politik kembali berkumpul dan sepakat untuk melakukan perubahan UU Pemilu.

"Duduk bersama-sama, membahas perubahan untuk kembali dipisahkan antara Pemilihan Presiden dan Legislatif DPR hingga DPRD, pilkada serentak juga," katanya.

Selain itu ia juga mengusulkan agar seluruh panitia kelompok pemungutan suara di desa dan kelurahan diangkat menjadi panitia tetap pemilihan yang nantinya akan bekerja mulai dari pemilihan kepala desa, kepala daerah hingga Presiden.