Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan Indonesia harus belajar dari Meksiko dan New York dalam membangun angkutan umum massal perkotaan.

"Kita belajar contoh kasus Meksiko, mereka dapat membangun skema dukungan finansial dari pemerintah federal melalui "trust fund" untuk membangun angkutan umum massal perkotaan yang dikelola oleh Bank Pembangunan Federal atau Banobras," ujar Bambang saat menjadi pembicara kunci dalam Workshop "Dukungan pemerintah pusat dan kelembagaan dalam penyediaan angkutan umum massal Jakarta" di Jakarta, Selasa.

Dukungan finansial dari pemerintah federal Meksiko tersebut dapat digunakan untuk membiayai sampai dengan 50 persen biaya studi, pembangunan kapasitas, dan penyiapan proyek, dan sampai dengan 50 persen biaya pembangunan infrastruktur transportasi perkotaan.

Untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah federal tersebut, pemerintah daerah harus memperkuat institusi penyelenggara angkutan umum, merencanakan dan membangun mobilitas perkotaan, menanggung 50 persen dari biaya studi dan penyiapan proyek, menanggung 50 persen dari pembangunan infrastruktur, dan mengikutsertakan partisipasi swasta untuk pembiayaan sarana.

"Pada sisi lain, Banobras juga mengelola jalan-jalan tol milik pemerintah federal, sehingga keuntungannya bisa digunakan untuk membiayai trust fund untuk membangun angkutan umum massal perkotaan," ujar Bambang.

Selain dari Meksiko, Indonesia juga perlu belajar bagaimana New York melalui Metropolitan Transportation Authority (MTA) mengelola integrasi pendapatan sektor transportasi, baik dari tiket maupun nontiket, dari beberapa kota yang berbeda dalam satu kawasan metropolitan untuk membiayai angkutan umum yang terintegrasi yang melayani lintas wilayah. MTA juga didirikan karena sebelumnya angkutan umum massal di New York juga mengalami degradasi pelayanan, sehingga pangsanya rendah dan tidak berkontribusi terhadap kinerja lalu lintas.

"Pada sisi lain pendapatan dari pengelolaan tol dan tunel mendapatkan keuntungan. Pada akhirnya pemerintah federal membentuk MTA untuk mengelola beberapa pelayanan sektor transportasi yang dimiliki oleh beberapa kota yang berbeda untuk mengintegrasikan pelayanan dan meningkatkan pelayanan angkutan umum massal," ujar Bambang.

Menurut Bambang, penyediaan transportasi umum massal di wilayah perkotaaan saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hingga saat ini upaya kota-kota di Indonesia untuk membangun transportasi massal perkotaan masih menghadapi banyak permasalahan, diantaranya rendahnya kapasitas fiskal, kapasitas institusi, dan kapasitas sumber daya manusia. Dengan pengecualian Jakarta dengan Mass Rapid Transit (MRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) dan Palembang dengan Light Rail Transit (LRT), kota-kota besar lain belum pernah membangun angkutan umum massal perkotaan baik BRT, LRT maupun MRT.

"Oleh karena itu pembangunan angkutan umum massal di perkotaan membutuhkan strategi dan dukungan pemerintah pusat untuk pengembangan angkutan massal di daerah dengan mengakomodasi aspek teknis, pendanaan, dan kelembagaan secara komprehensif," kata Bambang.

Saat ini skema dukungan yang diberikan Pemerintah pusat masih belum seragam seperti pada kasus LRT Sumsel yang menggunakan 100 persen biaya APBN, MRT Jakarta dengan pembiayaan 49 persen dukungan APBN dan 51 persen berupa pinjaman, dan LRT Jabodebek yang diwujudkan melalui sinergi dukungan BUMN.

"Dalam rancangan teknokratik RPJMN 2020-2024, kebijakan dan pengembangan angkutan umum massal perkotaan menjadi salah satu perhatian utama pemerintah. Kebijakan tersebut meliputi pengembangan angkutan umum massal perkotaan berbasis jalan dan rel, penerapan strategi Urban Mobility seperti Transit Oriented Development atau TOD, pengembangan skema dukungan pemerintah pusat bagi pemerintah daerah untuk penyediaan angkutan umum massal perkotaan, dan pengembangan kelembagaan badan atau otoritas transportasi perkotaan," ujar Bambang.

Baca juga: Pemerintah targetkan angkutan massal terintegrasi pada 2023