KPK panggil enam saksi kasus korupsi KTP-e
23 April 2019 11:38 WIB
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari (rompi jingga), tersangka kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan paket penerapan KTP-elektronik (KTP-e). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa memanggil enam saksi dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP elektronik (KTP-e).
Enam saksi itu akan diperiksa untuk tersangka anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari (MN).
"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap enam orang saksi untuk tersangka MN terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan paket penerapan KTP elektronik (KTP-e)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Enam saksi tersebut, yaitu mantan Direktur Utama PT LEN Industri Wahyuddin Bagenda, staf bagian Sistem Manajemen PT LEN Industri Tahyan, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Akuntansi PT LEN Industri 2008-2013 Yani Kurniati.
Selanjutnya, pensiunan karyawan Percetakan Negara RI (PNRI) Haryoto, mantan Koordinator Bagian Keuangan Manajemen Bersama Konsorsium PNRI Indri Mardiani, dan karyawan PNRI Kurniyanto.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah memeriksa Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka Markus pada Rabu (10/4).
Saat itu, KPK mengonfirmasi terhadap Novanto yang saat itu sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI soal proses penganggaran proyek KTP-e
Selain itu, KPK juga mendalami peran Novanto yang sudah terungkap sebelumnya terkait perkara KTP-e dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
KPK telah menahan Markus Nari pada 1 April 2019 pasca ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juli 2017. Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus terkait KTP-e.
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.
Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Enam saksi itu akan diperiksa untuk tersangka anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golangan Karya Markus Nari (MN).
"Hari ini, dijadwalkan pemeriksaan terhadap enam orang saksi untuk tersangka MN terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan paket penerapan KTP elektronik (KTP-e)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Enam saksi tersebut, yaitu mantan Direktur Utama PT LEN Industri Wahyuddin Bagenda, staf bagian Sistem Manajemen PT LEN Industri Tahyan, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Akuntansi PT LEN Industri 2008-2013 Yani Kurniati.
Selanjutnya, pensiunan karyawan Percetakan Negara RI (PNRI) Haryoto, mantan Koordinator Bagian Keuangan Manajemen Bersama Konsorsium PNRI Indri Mardiani, dan karyawan PNRI Kurniyanto.
Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga telah memeriksa Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka Markus pada Rabu (10/4).
Saat itu, KPK mengonfirmasi terhadap Novanto yang saat itu sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI soal proses penganggaran proyek KTP-e
Selain itu, KPK juga mendalami peran Novanto yang sudah terungkap sebelumnya terkait perkara KTP-e dalam proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
KPK telah menahan Markus Nari pada 1 April 2019 pasca ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juli 2017. Markus Nari ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus terkait KTP-e.
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.
Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Tags: