Jakarta (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menyoroti kondisi darurat ekologis Jakarta dalam aksi untuk memperingati Hari Bumi 2019, Senin.

Staf Advokasi dan Kampanye Walhi Jakarta Rehwinda Naibaho di sela aksi yang berlangsung di kawasan Balai Kota DKI Jakarta mengatakan upaya pemerintah untuk mengatasi masalah sampah, pencemaran udara, pencemaran air dan ancaman kerusakan ekosistem yang meliputi wilayah Ibu Kota belum menunjukkan kemajuan bermakna.

"Kita mengingatkan kembali kepada pemerintah untuk tidak hanya mementingkan kepentingan pribadi namun juga memikirkan tentang ekologi dan keadilan lingkungan Jakarta, melihat saat ini pencemaran lingkungan masih merajalela," katanya.

Ia mengatakan konsep naturalisasi yang diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memulihkan sungai-sungai yang tercemar belum menunjukkan hasil positif sampai sekarang.

"Harusnya, dengan kewenangannya Gubernur bisa melakukan audit dan review perizinan seluruh industri di Jakarta yang berpotensi mencemari serta melakukan pengawasan ketat dan penegakan hukum," kata Rehwinda.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat, menurut dia, juga belum menghadirkan kebijakan dan solusi untuk menangani 7.000 ton lebih sampah yang setiap hari dihasilkan penduduk Ibu Kota.

"Bukannya menekan dan mengejar tanggung jawab produsen, pemerintah malah menghadirkan solusi palsu berbasis bakar-bakaran," katanya merujuk pada rencana pengadaan insinerator untuk membakar sampah, yang bisa membawa dampak buruk bagi warga sekitar.

Ia mengatakan pemerintah DKI seharusnya mengeluarkan kebijakan yang progresif seperti pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai dan kemasan produk yang tidak ramah lingkungan untuk mengatasi masalah sampah.

Walhi juga mengemukakan kebutuhan untuk menurunkan pencemaran udara dan mengubah standar baku mutu udara.

"Pemerintah harus mengubah kebijakan baku mutu kualitas udara di Jakarta karena kita masih menggunakan baku mutu tahun 1990, itu sudah lama sekali, sedangkan Jakarta sudah dikelilingi ratusan industri di Bekasi, Pluit, dan di berbagai titik lokasi lainnya," kata Rehwinda.

Selain itu Walhi mengingatkan pentingnya mengantisipasi ancaman dan dampak kerusakan ekosistem akibat laju pembangunan konvensional, seperti dampak pembangunan industri pariwisata terhadap kondisi lingkungan dan masyarakat pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.

Rehwinda berharap pemerintah DKI Jakarta menerapkan kebijakan pengelolaan lingkungan yang lebih baik, yang penyusunannya melibatkan masyarakat.

"Semoga pemerintah bisa mengajak warga untuk melakukan perubahan kebijakan," katanya.

Baca juga: Kehati nilai ada perbaikan habitat di hutan lindung Angke Kapuk
Baca juga: TPST Bantargebang akan penuh pada 2021
Baca juga: Pencemaran udara DKI lampaui baku mutu