Ratusan ribu orang kembali turun ke jalan di Aljazair
20 April 2019 10:04 WIB
Ratusan ribu demonstran kembali turun ke jalan di Aljazair pada Jumat (19/4) untuk mengajukan desakan bagi perubahan besar demokratis setelah pengunduran diri presiden Abdelaziz Bouteflika.
Aljier (ANTARA) - Ratusan ribu demonstran kembali turun ke jalan di Aljazair pada Jumat (19/4) untuk mengajukan desakan bagi perubahan besar demokratis setelah pengunduran diri presiden Abdelaziz Bouteflika.
Mereka meneriakkan "kami melakukan apa yang kami mau", kata beberapa saksi mata.
Pawai tersebut berjalan damai, seperti kebanyakan demonstrasi di negeri itu selama dua bulan belakangan.
Tapi seorang remaja yang berusia 18 tahun dan cedera selama protes pekan lalu di Ibu Kota Aljazair, Aljier, ketika bentrokan terjadi, meninggal pada Jumat akibat luka-luka di kepalanya, kata stasiun TV Ennahar. Polisi, katanya, sedang menyelidiki kematian tersebut.
Ditambahkannya, ia mungkin telah dipukuli atau jatuh dari truk.
Parlemen mengangkat seorang presiden sementara dan tanggal pemilihan umum 4 Juli ditetapkan dalam peralihan yang disahkan oleh militer Aljazair, yang tangguh. Tapi mundurnya Bouteflika pada 2 April gagal memuaskan banyak warga Aljazair, yang ingin menggulingkan seluruh elit yang telah mendominasi negeri tersebut sejak kemerdekaan dari Prancis pada 1962.
Pemrotes berkumpul lagi di pusat kota di seluruh Aljazair untuk menuntut pembaruan sampai ke akar-akarnya --termasuk pluralisme politik dan penindasan atas koruptor serta perkoncoan, kata beberapa saksi mata. Jumlah pemrotes belakangan bertambah banyak setelah Shalat Jumat.
Tak ada keterangan resmi tapi wartawan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi-- di lokasi memperkirakan demonstran berjumlah ratusan ribu seperti pada hari Jumat sebelumnya, sejak ketidak-puasan massa meledak pada 22 Februari.
"Kami takkan menghentikan tuntutan kami," kata Mourad Hamini, yang berdiri di luar kedai kopitnya, tempat ribuan pemrotes mengibarkan bendera Aljazair.
Massa yang berkerumun belakangan berteriak, "Ini negara kami dan kami melakukan apa yang kami mau!"
Pemrotes juga menyeru Abdelkader Bensalah, Kepala Majelis Tinggi Parlemen, agar mundur sebagai presiden sementara dan Nouraddine Bedoui agar mundur dari jabatan perdana menteri.
"Mereka harus pergi. Semua B harus pergi," demikian tulisan di satu spanduk, yang merujuk kepada Bensalah, Bedoui dan Mouad Bouchareb, Ketua Partai Front Pembebasan Nasional (FLN).
Tayib Belaiz, Ketua Dewan Konstitusi Aljazair dan pejabat "B" senior keempat, mundur pada awal pekan ini.
Pada Selasa (16/4), Kepala Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Ahmed Daed Salah mengatakan militer sedang mempertimbangkan semua pilihan untuk menyelesaikan krisis politik nasional dan memperingatkan "waktu hampir habis".
Itu adalah isyarat bahwa militer mulai kehabisan kesabaran dengan aksi rakyat yang mengguncang Aljazair, pengeksport utama minyak dan gas alam dan mitra keamanan penting buat Barat dalam memerangi gerilyawan fanatik di Afrika Barat dan Utara.
Salah tindak menjelaskan langkah apa yang mungkin dilakukan militer, tapi menambahkan, "Kami tidak mempunyai ambisi selain melindungi bangsa kami."
Sumber: Reuters
Mereka meneriakkan "kami melakukan apa yang kami mau", kata beberapa saksi mata.
Pawai tersebut berjalan damai, seperti kebanyakan demonstrasi di negeri itu selama dua bulan belakangan.
Tapi seorang remaja yang berusia 18 tahun dan cedera selama protes pekan lalu di Ibu Kota Aljazair, Aljier, ketika bentrokan terjadi, meninggal pada Jumat akibat luka-luka di kepalanya, kata stasiun TV Ennahar. Polisi, katanya, sedang menyelidiki kematian tersebut.
Ditambahkannya, ia mungkin telah dipukuli atau jatuh dari truk.
Parlemen mengangkat seorang presiden sementara dan tanggal pemilihan umum 4 Juli ditetapkan dalam peralihan yang disahkan oleh militer Aljazair, yang tangguh. Tapi mundurnya Bouteflika pada 2 April gagal memuaskan banyak warga Aljazair, yang ingin menggulingkan seluruh elit yang telah mendominasi negeri tersebut sejak kemerdekaan dari Prancis pada 1962.
Pemrotes berkumpul lagi di pusat kota di seluruh Aljazair untuk menuntut pembaruan sampai ke akar-akarnya --termasuk pluralisme politik dan penindasan atas koruptor serta perkoncoan, kata beberapa saksi mata. Jumlah pemrotes belakangan bertambah banyak setelah Shalat Jumat.
Tak ada keterangan resmi tapi wartawan Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi-- di lokasi memperkirakan demonstran berjumlah ratusan ribu seperti pada hari Jumat sebelumnya, sejak ketidak-puasan massa meledak pada 22 Februari.
"Kami takkan menghentikan tuntutan kami," kata Mourad Hamini, yang berdiri di luar kedai kopitnya, tempat ribuan pemrotes mengibarkan bendera Aljazair.
Massa yang berkerumun belakangan berteriak, "Ini negara kami dan kami melakukan apa yang kami mau!"
Pemrotes juga menyeru Abdelkader Bensalah, Kepala Majelis Tinggi Parlemen, agar mundur sebagai presiden sementara dan Nouraddine Bedoui agar mundur dari jabatan perdana menteri.
"Mereka harus pergi. Semua B harus pergi," demikian tulisan di satu spanduk, yang merujuk kepada Bensalah, Bedoui dan Mouad Bouchareb, Ketua Partai Front Pembebasan Nasional (FLN).
Tayib Belaiz, Ketua Dewan Konstitusi Aljazair dan pejabat "B" senior keempat, mundur pada awal pekan ini.
Pada Selasa (16/4), Kepala Angkatan Bersenjata Letnan Jenderal Ahmed Daed Salah mengatakan militer sedang mempertimbangkan semua pilihan untuk menyelesaikan krisis politik nasional dan memperingatkan "waktu hampir habis".
Itu adalah isyarat bahwa militer mulai kehabisan kesabaran dengan aksi rakyat yang mengguncang Aljazair, pengeksport utama minyak dan gas alam dan mitra keamanan penting buat Barat dalam memerangi gerilyawan fanatik di Afrika Barat dan Utara.
Salah tindak menjelaskan langkah apa yang mungkin dilakukan militer, tapi menambahkan, "Kami tidak mempunyai ambisi selain melindungi bangsa kami."
Sumber: Reuters
Penerjemah: Chaidar Abdullah
Editor: Eliswan Azly
Copyright © ANTARA 2019
Tags: