Jakarta (ANTARA News) - Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bertemu dengan Komisi Hukum Nasional (KHN) untuk mematangkan konsep pendirian Pusat Perancang Kebijakan dan Informasi Hukum Pusat-Daerah. Delegasi PPUU terdiri atas Ketua PPUU Muspani, didampingi anggota DPD Mohamad Surya, Subardi, Aspar dan Mediati Hafni Hanum diterima Sekretaris KHN Mardjono Reksodiputro yang didampingi para anggota Suhadibroto dan Mohammad Fajrul Falaakh di Gedung KHN Jl Diponegoro No 64 Jakarta, Rabu. Pusat Perancang Kebijakan dan Informasi Hukum Pusat-Daerah ini sebagai referensi hukum hubungan pusat dan daerah disertai pengkajian dan penelitian isu-isu strategis kedaerahan. Muspani mengatakan, DPD harus berani menyuarakan aspirasi dan kepentingan daerah agar terdapat kesamaan terjemahan terminologi negara kesatuan Republik Indonesia. DPD harus menjawab fenomena tersebut melalui pandangan dan pendapatnya termasuk di bidang hukum dalam kaitan hubungan pusat dan daerah. Mardjono mengharapkan Pusat Perancang Kebijakan dan Informasi Hukum Pusat-Daerah membantu penyelesaian berbagai masalah hubungan antara pusat dan daerah melalui berbagai topik rekomendasi. Kerjasama DPD dan KHN dimulai tahun 2008 seiring dengan pengkajian masalah hukum serta penyusunan rencana pembaruan di bidang hukum yang dilakukan KHN selama ini. Sejak dibentuk tanggal 18 Februari 2000, KHN yang bertujuan mewujudkan sistem hukum nasional untuk menegakkan supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia telah menghasilkan 34 topik rekomendasi, antara lain, program hukum di daerah pasca-pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah serta hukum adat dan masyarakat adat. Fajrul mengatakan, program hukum di daerah pasca-pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah yang dilakukan KHN bertujuan untuk menyinergikan visi dan misi calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang mewujud menjadi rencana strategis dan program legislasi di tingkat lokal dengan hukum dan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional. Yang menjadi masalah, seringkali rencana stategis daerah dan dan program legislasi daerah tidak bersinergi dengan visi dan misi tersebut. "Janji-janji kampanye tokoh politik dan partai politik setempat harus disinkronkan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang. Karena program pembangunan termasuk di bidang hukum akan membutuhkan perangkat hukum, maka ini adalah sinkronisasi," katanya.(*)