Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, menyebut konyol audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan dirinya menerima aliran dana Bank Indonesia (BI). "Audit yang konyol itu, saya katakan konyol. Nama saya salah, semua salah," ujar Antony dengan nada tinggi usai dimintai keterangan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu. Antony yang kini menjabat Wakil Gubernur Jambi itu membantah menerima aliran dana BI senilai Rp31,5 miliar seperti yang tercantum dalam hasil audit BPK yang diserahkan oleh Ketua BPK Anwar Nasution kepada KPK. "Kan yang dituduh saya sendiri dan kalau memang ada, tidak mungkin saya sendiri. Ini betul-betul merugikan saya," katanya. Ia bersikukuh, anggota Komisi IX DPR yang lain pun tidak ada yang menerima dana BI tersebut. "Saya rasa yang lain tidak ada. Jangan mengada-ada lah, saya tidak mau berpikir buruk terhadap teman sendiri," ujarnya. Antony menjelaskan, terdapat banyak masalah dan kesalahan fakta dalam hasil audit BPK tersebut. Ia mencontohkan, dalam audit itu namanya tertulis Antony Zainal Abidin, padahal namanya adalah Antony Zeidra Abidin. "Yang kedua, jabatan saya juga salah. Ditulisnya di sana saya Ketua Panitia Perbankan, tidak ada itu," ujarnya. Ia juga menjelaskan, ia berada di luar negeri pada beberapa tanggal penyerahan dana kepada dirinya yang tertulis di audit tersebut. "Saya dituduh, itu fakta-fakta keteledoran audit itu," ujarnya. Antony menjelaskan, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa DPR menerima dana BI senilai Rp31,5 miliar itu sebagai uang sogok dalam penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Penyelesaian masalah BLBI di DPR, menurut dia, tidak menguntungkan BI karena Komisi IX DPR justru menyatakan BI yang bertanggungjawab dalam penyelesaian BLBI senilai Rp14,5 triliun. "Kalau ada seseorang mengatakan bahwa DPR disogok, disogok untuk apa," ujarnya. Dalam proses amandemen UU BI pun, lanjut dia, tidak ada yang menguntungkan BI karena permintaan BI agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk pada 2010 tidak dikabulkan oleh DPR. Pemerintah dalam proses amandemen itu, kata Antony, meminta agar OJK dibentuk pada 2008. Namun, setelah dibahas oleh DPR akhirnya diambil keputusan bersama bahwa OJK dibentuk selambat-lambatnya pada 2010. "Pertanyaannya, apakah ini menguntungkan BI? Karena kalau selambat-lambatnya bisa kapan saja dibentuk oleh pemerintah," tuturnya. Ia pun menganggap tidak masuk akal tujuan penerimaan dana BI oleh DPR yang disebut oleh audit BPK untuk diseminasi UU. "Mengapa diseminasi dikerjakan oleh saya sendiri? Memang saya ini apa? Memang saya ini kontraktornya BI," ujarnya. Meski membantah keras audit BPK yang menyatakan dirinya menerima dana BI, Antony mengatakan, ia tidak akan mengambil langkah hukum kepada Ketua BPK untuk membersihkan namanya. "Bagi saya, kebenaran itu kan bisa dibuktikan melalui proses hukum yang ada," ujarnya.(*)