Pemantau Myanmar: Pemilu serentak hemat, tapi membingungkan
17 April 2019 21:48 WIB
Ketua Komisi pemilihan umum Myanmar U Hla Thein (kanan) berdiskusi dengan panitia Election Visit Program 2019 dari KPU RI mengenai sistem pemilu Indonesia di TPS 127 Panti Sosial Bina Laras 3, Grogol, Jakarta Barat, Rabu (17/4/2019). (Foto: ANTARA News/Suwanti)
Jakarta (ANTARA) - Ketua komisi pemilihan umum Myanmar, U Hla Thein, menilai bahwa penyelenggaraan pemilu serentak di Indonesia menghemat waktu, namun cukup membingungkan bagi calon pemilih karena banyaknya kertas suara yang perlu dicoblos.
“Kami melihat kelemahan sistem pemilu serentak ini adalah cukup membingungkan bagi pemilih untuk mencoblos beberapa surat suara dalam satu waktu, namun itu juga jadi kelebihan karena menghemat waktu,” kata Thein kepada ANTARA di tempat pemungutan suara (TPS) 083 Tambora, Jakarta, Rabu.
Thein dan tujuh anggota komisi pemilihan umum Myanmar turut serta dalam kegiatan kunjungan pemilu Election Visit Program (EVP) 2019 sebagai pemantau asing, yang diselenggarakan KPU RI.
“Sejauh ini kami melihat sistem pemilu di Indonesia berbeda dengan di negara kami, misalnya, pemilihan parlemen di Myanmar dilakukan terpisah dengan presiden,” kata dia.
Pemilu 2019 di Indonesia menjadi kali pertama pemilihan calon presiden dan anggota legislatif dilakukan secara bersamaan.
Selain mengamati perbedaan sistem penyelenggaraan pemilu di Indonesia dan Myanmar, Thein juga mengomentari pemberian hak pilih kepada disabilitas mental. “Di negara kami, orang-orang dengan disabilitas mental tidak diizinkan untuk ikut memilih."
Sebagai pemantau Pemilu 2019, delegasi penyelenggara pemilu Myanmar menyaksikan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) 127 Panti Sosial Bina Laras 3 Grogol dan TPS 083 Tambora di Jakarta Barat, serta penghitungan suara di TPS 010 Kuningan Timur, Jakarta Selatan.*
Baca juga: Malaysia ingin adopsi masa tenang pemilu Indonesia
Baca juga: Pemantau asing puji pemilu Indonesia yang inklusif
“Kami melihat kelemahan sistem pemilu serentak ini adalah cukup membingungkan bagi pemilih untuk mencoblos beberapa surat suara dalam satu waktu, namun itu juga jadi kelebihan karena menghemat waktu,” kata Thein kepada ANTARA di tempat pemungutan suara (TPS) 083 Tambora, Jakarta, Rabu.
Thein dan tujuh anggota komisi pemilihan umum Myanmar turut serta dalam kegiatan kunjungan pemilu Election Visit Program (EVP) 2019 sebagai pemantau asing, yang diselenggarakan KPU RI.
“Sejauh ini kami melihat sistem pemilu di Indonesia berbeda dengan di negara kami, misalnya, pemilihan parlemen di Myanmar dilakukan terpisah dengan presiden,” kata dia.
Pemilu 2019 di Indonesia menjadi kali pertama pemilihan calon presiden dan anggota legislatif dilakukan secara bersamaan.
Selain mengamati perbedaan sistem penyelenggaraan pemilu di Indonesia dan Myanmar, Thein juga mengomentari pemberian hak pilih kepada disabilitas mental. “Di negara kami, orang-orang dengan disabilitas mental tidak diizinkan untuk ikut memilih."
Sebagai pemantau Pemilu 2019, delegasi penyelenggara pemilu Myanmar menyaksikan pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) 127 Panti Sosial Bina Laras 3 Grogol dan TPS 083 Tambora di Jakarta Barat, serta penghitungan suara di TPS 010 Kuningan Timur, Jakarta Selatan.*
Baca juga: Malaysia ingin adopsi masa tenang pemilu Indonesia
Baca juga: Pemantau asing puji pemilu Indonesia yang inklusif
Pewarta: Azizah Fitriyanti, Suwanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019
Tags: