Kuala Lumpur (ANTARA News)- Puluhan ribu orang berkumpul di luar istana raja Malaysia, tanpa mengindahkan larangan pemerintah terhadap unjukrasa guna menyerukan pemilu yang bersih dan jujur. Para pengunjukrasa yang tergabung dalam aliansi partai oposisi dan kelompok masyarakat sipil bergerak ke istana dengan meneriakkan yel-yel "Reformasi Pemilihan" dan "Keadilan". PM Abdullah Ahmad Badawi berikrar akan menindak tegas unjukrasa mendukung polisi yang mengatakan mereka kuatir akan terjadi kerusuhan. Tetapi unjukrasa itu tetap digelar sekalipun ada usaha-usaha untuk menutup pusat kota Kuala Lumpur, dengan kehadiran polisi yang banyak dan penghadang-penghadang jalan yang menyebabkan arus lalu lintas macet. "Ada sekitar 30.000 pemrotes di sini saat ini. Kami mengizinkan mereka duduk di depan istana dan empat wakil menyampaikan satu petisi" kepada para wakil istana, kata seorang perwira senior polisi kepada AFP. Unjukrasa itu dipimpin para pemimpin oposisi, termasuk mantan Deputi PM Anwar Ibrahim. Sekitar 400 polisi dikerahkan ke istana, termasuk puluhan personel yang membawa senjata otomatis dan beberapa orang membawa peluncur gas air mata. Dua meriam air ditempatkan di belakang garis polisi. "Publik Malaysia harus diizinkan menyatakan pendapat dan pandangan mereka," kata pemimpin oposisi parlemen Lim Kit Siang di pintu istana sebelum menyerahkan petisi itu. "Adalah tidak adil bagi pemerintah untuk tidak memberikan izin bagi dilakukan rapat ini karena ini hanyalah untuk mengutarakan suara rakyat di sini," katanya. Para penyelanggara berencana untuk melakukan rapat di Taman Kemerdekaan kota itu tetapi terpaksa pindah setelah polisi menutup lokasi tersebut. Kelompok hak asasi manusia yang berpusat di New York Human Rights Watch menyalahkan sikap pemerintah terhadap unjukrasa massa itu dan mendesak pemerintah mendukung kebebasan berbicara sementara negara itu akan menghadapi pemilu yang menurut rencana diselenggarakan awal tahun depan. Protes-protes jarang etrjadi di Malaysia dan unjukrasa terbesar terakhir terjadi tahun 1998 selama "Reformasi" atau gerakan "Pembaruan" yang terjadi setelah pemecatan Anwar. Polisi menindak unjukrasa-unjukrasa itu dengan meriam-meriam air dan penangkapan massa. (*)