Dosen : penenun kain lakukan inovasi terbuka
15 April 2019 17:39 WIB
Salah seorang pengerajin kain tenun tradisional di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur menunjuk hasil tenunannya yang siap di jual kepada para konsumen. (AntaranewsNTT/Foto Benny Jahang)
Jakarta (ANTARA) - Dosen administrasi niaga Universitas Indonesia Dr Fibria Indriati mengatakan para penenun yang berada di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, telah melakukan inovasi terbuka dalam rangka meningkatkan akses pasar dan nilai ekonomis kain tenun.
"Model inovasi terbuka yang dilakukan adalah strategi inovasi kolaboratif dan strategi Inovasi berbasis jejaring," ujar Fibria dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin (15/4).
Dia menambahkan kajian strategis itu dilakukan selama setengah tahun, mulai dari pertengahan tahun lalu.
Inovasi diperlukan agar dapat diterima masyarakat baik dari segi desain maupun pewarnaan. Selain itu, inovasi juga membantu peningkatan akses pasar kain tenun. Inovasi yang dilakukan tentunya harus tetap berada pada pakem-pakem budaya yang telah ditentukan.
"Selama ini inovasi dilakukan secara tertutup, dalam arti hanya penenun yang memodifikasi desain dan pewarnaan. Padahal agar dapat memenuhi selera pasar diperlukan adanya kolaborasi antara penenun dan pelanggan, yang dikenal dengan inovasi terbuka," jelas dia.
Strategi inovasi kolaboratif dilakukan oleh para penenun dengan membentuk kolaborasi dengan beberapa lembaga yang memiliki banyak pengetahuan seperti rumah desain, universitas dan lembaga peneliti serta pemerintah.
Kerja sama yang dilakukan terkait dengan desain dan teknik pewarnaan. Strategi ini mampu menghasilkan kain tenun dengan motif kontemporer yang memiliki nilai ekonomis yang dapat diterima secara luas (bukan hanya masyarakat NTT).
Dalam hal pewarnaan, teknik yang diterapkan selain pewarna alami, para penenun menggunakan pewarna kimia yang mempersingkat waktu penyelesaian kain tenun. Selain itu juga kolaboratif strategi inovasi dilakukan dalam hal peralatan menenun bekerja sama dengan universitas, perusahaan dan lembaga pemerintah dalam penyediaan alat pemintal benang tenun. Sedangkan strategi inovasi berbasis jejaring dilakukan oleh para ketua kelompok tenun dan penenun dengan menjalin jejaring baik dengan perorangan (desainer), komunitas tenun dan pecinta budaya baik yang berada di dalam negeri atau yang berada di luar negeri.
"Model open innovation telah terbukti dapat mempercepat proses pengerjaan kain tenun dan meningkatkan akses pasar karena kain tenun yang diproduksi dapat diterima oleh masyarakat secara luas," jelas dia.
Tantangan dari inovasi terbuka yakni tidak memenuhi nilai adat yang telah diwariskan oleh leluhur sehingga kain yang dihasilkan tidak memiliki nilai bagi masyarakat adat.
"Model inovasi terbuka yang dilakukan adalah strategi inovasi kolaboratif dan strategi Inovasi berbasis jejaring," ujar Fibria dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin (15/4).
Dia menambahkan kajian strategis itu dilakukan selama setengah tahun, mulai dari pertengahan tahun lalu.
Inovasi diperlukan agar dapat diterima masyarakat baik dari segi desain maupun pewarnaan. Selain itu, inovasi juga membantu peningkatan akses pasar kain tenun. Inovasi yang dilakukan tentunya harus tetap berada pada pakem-pakem budaya yang telah ditentukan.
"Selama ini inovasi dilakukan secara tertutup, dalam arti hanya penenun yang memodifikasi desain dan pewarnaan. Padahal agar dapat memenuhi selera pasar diperlukan adanya kolaborasi antara penenun dan pelanggan, yang dikenal dengan inovasi terbuka," jelas dia.
Strategi inovasi kolaboratif dilakukan oleh para penenun dengan membentuk kolaborasi dengan beberapa lembaga yang memiliki banyak pengetahuan seperti rumah desain, universitas dan lembaga peneliti serta pemerintah.
Kerja sama yang dilakukan terkait dengan desain dan teknik pewarnaan. Strategi ini mampu menghasilkan kain tenun dengan motif kontemporer yang memiliki nilai ekonomis yang dapat diterima secara luas (bukan hanya masyarakat NTT).
Dalam hal pewarnaan, teknik yang diterapkan selain pewarna alami, para penenun menggunakan pewarna kimia yang mempersingkat waktu penyelesaian kain tenun. Selain itu juga kolaboratif strategi inovasi dilakukan dalam hal peralatan menenun bekerja sama dengan universitas, perusahaan dan lembaga pemerintah dalam penyediaan alat pemintal benang tenun. Sedangkan strategi inovasi berbasis jejaring dilakukan oleh para ketua kelompok tenun dan penenun dengan menjalin jejaring baik dengan perorangan (desainer), komunitas tenun dan pecinta budaya baik yang berada di dalam negeri atau yang berada di luar negeri.
"Model open innovation telah terbukti dapat mempercepat proses pengerjaan kain tenun dan meningkatkan akses pasar karena kain tenun yang diproduksi dapat diterima oleh masyarakat secara luas," jelas dia.
Tantangan dari inovasi terbuka yakni tidak memenuhi nilai adat yang telah diwariskan oleh leluhur sehingga kain yang dihasilkan tidak memiliki nilai bagi masyarakat adat.
Pewarta: Indriani
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019
Tags: