Jakarta (ANTARA) - Ketua KPU 2016-2017 Juri Ardiantoro mengatakan serangan yang dihadapi KPU periode saat ini sangat berat dan dilakukan secara sistematis.
"Pemilu 2019 ini serangan ke KPU sangat berat dan dilakukan secara sistematis," ujar Juri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Juri mengatakan dari pemilu ke pemilu serangan sebagai upaya-upaya mendelegitimasi penyelenggara pemilu selalu saja muncul.
Dia menekankan KPU pernah diserang dengan munculnya informasi hoaks adanya tujuh kontainer berisi 70 juta surat suara dari China yang telah tercoblos, padahal saat itu surat suara belum diproduksi oleh KPU.
Baca juga: Terdakwa hoaks tujuh kontainer surat suara mengaku bukan kreator
Kejadian lain yang serupa juga dimunculkan dengan video pencoblosan dini di Medan yang dibingkai sebagai kecurangan, padahal peristiwa yang diviralkan itu adalah kejadian pilkada Medan tahun 2015.
Selain itu, turut muncul pembualan dari akun di medsos yang mengaku mendapatkan informasi penting tentang kecurangan Pemilu 2014 yang disimpan dalam flashdisk almarhum Husni Kamil, Manik Ketua KPU saat itu.
Juri yang juga pernah menjadi Ketua KPU Provinsi DKI dua periode ini menilai bahwa kejadian ini menyambung serangkaian peristiwa sebelumnya yang mengarah pada serangan serius dan berbahaya sebagai upaya sistemik mendelegitimasi penyelenggara pemilu.
"Seperti perundungan kepada KPU saat memutuskan menggunakan kotak suara yang terbuat dari bahan karton kedap air dengan dikatakan 'kotak suara kardus', padahal kotak serupa sudah dipakai sejak Pemilu 2014 dan berlanjut pada Pilkada tahun 2015, 2016, 2017, dan 2018," jelasnya.
KPU juga baru-baru ini diserang dengan pernyataan Amien Rais di akhir Maret 2019 yang mengampanyekan dan mendorong munculnya “people power” untuk memprotes hasil pemilu jika terjadi kecurangan.
"Pemilu saja belum berlangsung, bagaimana Amien Rais tahu ada kecurangan-kecurangan," tanya Juri.
Baca juga: Mahfud MD pertanyakan wacana "people power"
Tuduhan heboh selanjutnya adalah video yang berisi penjelasan tim 02 yang mengklaim bahwa KPU sudah mengatur server KPU dengan mematok kemenangan pasangan #01 sebesar 57 persen.
Padahal, kata Juri, hasil resmi yang akan menjadi dasar KPU menetapkan hasil pemilu adalah hasil yang dihitung secara manual dan berjenjang/bertingkat, serta disaksikan semua pihak dan melalui proses pindai serta diunggah formulir C1, sebagai sebuah formulir perolehan suara paling otentik.
Lebih jauh dia menekankan KPU juga menerima serangan dengan munculnya sekelompok orang yang menamakan dirinya Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Berintegritas (BMPPAB), yang mengklaim telah menemukan sebanyak 17,5 juta Daftar Pemilih Tetap (DPT) bermasalah.
Sekilas, kata dia, masyarakat bisa terkecoh dengan manuver ini, seolah ada akal-akalan pemerintah dalam merekayasa administrasi kependudukan untuk kepentingan pemilu.
Sementara serangan terbaru adalah informasi yang diviralkan video “penggerebekan” pencoblosan surat suara illegal yang seolah-olah untuk memenangkan pasangan 01 dan calon anggota DPR RI dari Partai Nasdem.
Meskipun banyak kejanggalan yang dapat dilihat dari video tersebut dan belum ada investigasi secara mendalam dari pihak yang berkompeten, kata Juri, masyarakat sudah digiring untuk mempersepsikan bahwa penyelenggara pemilu sudah melakukan kecurangan.
Dia menegaskan publik harus menolak upaya-upaya kecurangan yang dilakukan oleh siapa saja, termasuk mencoblos secara ilegal untuk kemenangan salah satu kontestan.
Publik harus mendorong seluruh perangkat penyelenggara dan perangkat hukum untuk memproses dan menghukum siapa saja yang berupaya dan melakukan kecurangan.
"Akan tetapi, jangan buru-buru membangun opini dan stigma bahwa penyelenggara pemilu memihak salah satu kontestan, apalagi dikaitkan dengan kepentingan petahana," jelasnya.
Baca juga: NasDem sebut ada keganjilan tercoblosnya surat suara di Malaysia
Juri yang saat ini aktif sebagai Koordinator Presidium Nasional Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI), mensinyalir secara kuat adanya upaya-upaya berbahaya untuk mendelegitimasi penyelenggara KPU.
"Sebagai mantan penyelenggara pemilu, saya memandang upaya-upaya sistemik seperti di atas sangat berbahaya, bukan saja kepada konteks kontestasi yang adil tetapi juga membangun ketidakpercayan masyarakat," ujar dia.
Dia mengkhawatirkan serangan ini akan menyebabkan masyarakat mudah disulut untuk memprotes hasil pemilu dengan cara-cara di luar koridor hukum.
Juri mengimbau masyarakat untuk memberikan kepercayaan kepada penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu untuk berkerja profesional, terbuka dan mandiri serta melawan setiap upaya sekelompok orang yang akan merusak proses pemilu ini, semata-mata demi pemilu yang berkualitas dan hasilnya kita akui sebagai prestasi bangsa.
Baca juga: Hasto sebut Amien Rais berupaya delegitimasi KPU
Serangan ke KPU periode ini sangat berat, kata mantan Ketua KPU
12 April 2019 20:57 WIB
Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Nasional, Juri Ardiantoro (dedi) (dedi/)
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Sigit Pinardi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: