Jakarta (ANTARA) - Penyidik KPK Novel Baswedan membantah punya kepentingan politik maupun berafiliasi dengan salah satu partai politik peserta Pemilu 2019.

"Saya haru bertanggung jawab untuk menjawab dan menjelaskan adanya tuduhan-tuduhan yang terkait dengan partai politik. Saya kira tentu tuduhan itu tidak benar. Kita semua tahu di KPK bekerja dengan pola yang saling mengkontrol, saling mengawasi," kata Novel di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Sebelumnya juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, mengatakan bahwa Novel Baswedan merupakan calon Jaksa Agung jika Prabowo-Sandi menang pada Pilpres 2019 dengan alasan Novel merupakan sosok yang bersih dan berintegritas.

"Sehingga apabila dituduh bahwa ada orang saya atau siapapun mengendalikan ataupun mengakomodir suatu penanganan perkara untuk kepentingan politik maka itu menghina KPK tidak berintegritas. Saya kira tuduhan itu tidak benar dan pasti salah. Saya tegaskan saya tidak punya kepentingan untuk membawa ke area politik mana pun dan tentunya kita tidak boleh membiarkan ada orang yang terafiliasi partai politik di KPK," tambah Novel.

Hari ini Wadah Pegawai (WP) KPK bersama dengan koalisi masyarakat sipil menyelenggarakan panggung musik, mimbar bebas dan orasi berjudul #2TAHUNNOVEL untuk memperingati 2 tahun penyerangan terhadap Novel Baswedan yang hingga saat ini masih belum terungkap.

"Saya mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan yang telah memberikan dukungan. Ini bukan memperingati dua tahun saya diserang, tapi ini momentum yang digunakan bahwa sudah 2 tahun saya diserang tidak diungkap," ucap Novel.

Ia pun menyebutkan bahwa sebenarnya bukan dirinya saja yang diteror, tapi banyak juga unsur KPK yang diteror dan belum pernah terungkap hingga saat ini.

"Saya juga ingin menginformasikan bahwa kawan-kawan di KPK juga banyak yang diteror dan tidak ada satu pun yang diungkap. Sekarang teror-teror itu masih terus terjadi. Kita ingin menghentikan. Tidak boleh ada lagi teror-teror yang dilakukan terhadap orang-orang yang berjuang memberantas korupsi," tegas Novel.

Ia juga meminta agar jangan ada lagi upaya menghalang-halangi, menghambat dan upaya lain yang merintangi proses pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Kalaupun itu terjadi, maka negara haru hadir. Tidak boleh kemudian aparat atau pun pegawai KPK yang sedang melaksanakan tugasnya diganggu kemudian dibiarkan. Tentu untuk bisa mengetahui siapa pelaku dibalik itu harus dibentuk tim gabungan pencari fakta karena ini bukan hanya terkait dengan diri saya yang diserang tapi terkait juga dengan pegawai KPK lain yang diserang," jelas Novel.

Menurut Novel, seperti dalam rekomendasi Komnas HAM, serangan tersebut dilakukan dengan sistematis dan terorganisir.

"Saya yakin tidak ada institusi mana pun yang mendukung serangan ini tetapi selalu ada oknum-oknum yang terlibat dan itu tidak boleh dimaklumi dan tidak boleh dibiarkan. Semua masyarakat Indonesia marilah kita mendesak bapak Presiden untuk mau peduli, untuk membentuk TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta," tutur Novel.

Ia menegaskan bahwa TGPF tersebut bukan masalah politik melainkan kesempatan bagi Presiden Joko Widodo untuk menunjukan komitmen mendukung pemberantasan korupsi.

"TGPF tentunya diharapkan independen, yang terlepas atau terbebas dari belenggu politik manapun yang hanya mengedepankan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Siapapun orangnya tidak ada masalah. Tentunya dari Polri tidak ada masalah apabila ada di dalam tim itu membuka diri melibatkan semua orang kompeten, berintegritas dan orang-orang yang bekerja dengan objektif, mempunyai 'track record' yang baik," kata Novel.

Novel Baswedan diserang oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai shalat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Pelaku menyiramkan air keras ke kedua mata Novel sehingga mengakibatkan mata kirinya tidak dapat melihat karena mengalami kerusakan yang lebih parah dibanding mata kanannya.

Polda Metro Jaya sudah merilis dua sketsa wajah yang diduga kuat sebagai pelaku pada awal 2018, namun belum ada hasil dari penyebaran sketsa wajah tersebut.

Pada 8 Januari 2019, Polri sudah membentuk tim gabungan untuk mengungkapkan kasus ini yang terdiri dari kalangan akademisi, LSM, mantan pimpinan KPK, Komnas HAM, Kompolnas, penyidik Polri hingga penyidik KPK. Tim diketuai Kabareskrim Komjen Idham Azis, namun hingga saat ini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.