Pemilu ajang kompetisi hadirkan Indonesia lebih baik
11 April 2019 17:32 WIB
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) memberikan materi dalam acara Silaturahmi Nasional Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Kamis. (Foto: Imam B.)
Surabaya (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan bahwa pemilihan umum merupakan ajang kompetisi untuk menghadirkan Indonesia yang lebih baik sehingga jangan terjebak pada pengelompokan masyarakat yang berpotensi memecah belah bangsa.
"Pemilu ini tidak karena Islam moderat melawan Islam radikal, apalagi disebut Pancasila melawan khilafah, tidak benar. Pemilu untuk menghadirkan Indonesia lebih baik lagi," kata Hidayat dalam acara Silaturahmi Nasional Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Kamis.
Satu-satunya partai politik yang dilarang ikut kontestasi pemilu, kata Hidayat, adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) dan di luar itu, tidak ada yang dilarang.
Hidayat menilai para pendukung pasangan calon presiden/wakil presiden nomor urut 01 dan 02 tidak ada yang pendukung PKI karena semuanya adalah Pancasila.
"Jangan kemudian didikotomikan bahwa ini politik melawan khilafah, semuanya Pancasila dan moderat, tidak ada yang radikal," ujarnya.
Dengan semangat memahami Indonesia secara baik dan benar, kata Hidayat, semua pihak berperan serta memajukan Indonesia melalui pemilu sehingga harus dilihat bahwa pemilu bukan dalam rangka mengadu domba anak bangsa.
Ia menilai pemilu adalah ujian komitmen masyarakat melaksanakan Pancasila, menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan menghadirkan negara yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Saya harap pemuda Muhammadiyah memiliki dasar bagaimana berinteraksi dengan negara dan berperan menghadirkan Indonesia dalam koridor bernegara Pancasila dan NKRI," katanya.
Dalam kesempatan itu, HNW juga mengingatkan kepada para pemuda Islam untuk mengetahui bahwa Indonesia merupakan warisan perjuangan ulama, antara lain, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Ia berharap para pemuda tidak memiliki "dinding pembatas" untuk berinteraksi maksimal untuk memajukan Indonesia karena merupakan warisan para ulama.
"Apabila itu dilakukan, mereka akan mempunyai rujukan bahwa para ulama tidak menutup diri, tidak arogan, tidak individualistik, tidak memaksakan kehendak. Mereka bermusyawarah dengan kalangan nasionalis, kristiani, untuk mencari solusi masalah bangsa," ujarnya.
Ia menilai hal-hal seperti itu yang sudah dilupakan sekarang karena sudah terjebak pada pengelompokan-pengelompokan dan lupa bahwa sedang berkompetisi menghadirkan Indonesia yang lebih baik melalui pemilu.
"Pemilu ini tidak karena Islam moderat melawan Islam radikal, apalagi disebut Pancasila melawan khilafah, tidak benar. Pemilu untuk menghadirkan Indonesia lebih baik lagi," kata Hidayat dalam acara Silaturahmi Nasional Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia di Universitas Muhammadiyah Surabaya, Kamis.
Satu-satunya partai politik yang dilarang ikut kontestasi pemilu, kata Hidayat, adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) dan di luar itu, tidak ada yang dilarang.
Hidayat menilai para pendukung pasangan calon presiden/wakil presiden nomor urut 01 dan 02 tidak ada yang pendukung PKI karena semuanya adalah Pancasila.
"Jangan kemudian didikotomikan bahwa ini politik melawan khilafah, semuanya Pancasila dan moderat, tidak ada yang radikal," ujarnya.
Dengan semangat memahami Indonesia secara baik dan benar, kata Hidayat, semua pihak berperan serta memajukan Indonesia melalui pemilu sehingga harus dilihat bahwa pemilu bukan dalam rangka mengadu domba anak bangsa.
Ia menilai pemilu adalah ujian komitmen masyarakat melaksanakan Pancasila, menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan menghadirkan negara yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Saya harap pemuda Muhammadiyah memiliki dasar bagaimana berinteraksi dengan negara dan berperan menghadirkan Indonesia dalam koridor bernegara Pancasila dan NKRI," katanya.
Dalam kesempatan itu, HNW juga mengingatkan kepada para pemuda Islam untuk mengetahui bahwa Indonesia merupakan warisan perjuangan ulama, antara lain, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Ia berharap para pemuda tidak memiliki "dinding pembatas" untuk berinteraksi maksimal untuk memajukan Indonesia karena merupakan warisan para ulama.
"Apabila itu dilakukan, mereka akan mempunyai rujukan bahwa para ulama tidak menutup diri, tidak arogan, tidak individualistik, tidak memaksakan kehendak. Mereka bermusyawarah dengan kalangan nasionalis, kristiani, untuk mencari solusi masalah bangsa," ujarnya.
Ia menilai hal-hal seperti itu yang sudah dilupakan sekarang karena sudah terjebak pada pengelompokan-pengelompokan dan lupa bahwa sedang berkompetisi menghadirkan Indonesia yang lebih baik melalui pemilu.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019
Tags: