Jakarta (ANTARA) - Hasil survei lembaga Digitroops Indonesia menyebutkan isu hoaks yang beredar khususnya di media sosial dan dialamatkan kepada capres tertentu terbukti menurunkan elektabilitas capres, terutama di pemilih yang aktif di media sosial.

Peneliti Digitroops Indonesia Yusep Munawar Sofyan di Jakarta, Kamis mengatakan, survei itu melibatkan 1.200 responden dari seluruh provinsi di Indonesia pada Maret 2019 dengan margin of error kurang lebih 2,8 persen.

Dari total populasi, sebanyak 44,5 persen atau 534 responden merupakan pengguna media sosial. Sebanyak 61,6 persennya menyatakan hoaks sudah terlalu banyak. Hal senada dinyatakan oleh 55,5 persen responden yang tidak memiliki media sosial menilai bahwa hoaks sudah terlalu banyak dengan persentase mencapai 37,2 persen.

"Bila dibandingkan, pemilih yang memiliki media sosial rentan sekali terkena hoaks. Mereka juga mengakui bahwa pemberitaan media mempengaruhi pilihan masing-masing," kata Yusep Munawar Sofyan dalam keterangan persnya.

Salah satu isu hoaks yang paling banyak mendapat perhatian publik adalah isu masuknya jutaan tenaga kerja asing. Sebanyak 48,2 persen menyatakan pernah mendengar isu itu, dan 46,9 persen di antaranya menyatakan percaya dengan isu tersebut, hal ini cukup mencolok karena jumlah yang menyatakan pernah mendengar isu tenaga asing dan percaya isu tersebut mencapai 22,6 persen dari populasi responden.

"Hoaks yang secara langsung maupun tidak langsung menyerang paslon tertentu, memang memiliki pengaruh terhadap persepsi publik mengenai paslon tersebut. Secara linear, efek elektoralnya segera terasa. Jokowi kalah pada segmen yang percaya pada isu hoaks atas Jokowi. Prabowo kalah pada segmen yang percaya hoaks terhadap Prabowo. Dari data kami, hoaks yang menyerang Jokowi jauh lebih banyak," ujar Yusep.

Yusep menambahkan, mayoritas publik, terutama pemain media sosial merasa hoaks ini perlu diberantas tegas. "Bila hoaks tersebut didiamkan, hal ini bisa merusak sendi demokrasi yang telah lama dibangun dan akan melunturkan persatuan karena efek hoaks yang memecah belah," katanya.

Survei tersebut mengkonfirmasi isu hoaks yang berkembang di media sosial selama kurun waktu Agustus 2018 – Maret 2019 melalui survei tatap muka. Riset ini juga dilengkapi dengan FGD, analisis media dan indepth Interview.