Surabaya (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Pol Herman S Sumawiredja bersama MUI dan Depag Jatim, Senin, gagal menyadarkan 21 orang penganut Al-Qiyadah Al-Islamiyah. Dalam dialog sekitar satu jam sejak pukul 12.30 WIB itu, Kapolda didampingi Ketua MUI Jatim H Imam Mawardi, Fathor dari Depag Jatim, Direktur Reserse Kriminal Polda Kombes Pol Rusli Nasution, dan Kabid Humas Polda Kombes Pol Pudji Astuti. Menurut Ketua MUI Jatim H Imam Mawardi, "syahadat" (ucapan kesaksian menandai ke-Islaman) yang dimiliki jemaah Al-Qiyadah tidak sesuai dengan ajaran Islam. "Saudara berlogika, saudara menggunakan Alquran dan bukan hadits Nabi, karena hadits Nabi dianggap palsu, tapi mengapa saudara dulu menikah secara Islam? Islam itu ya Alquran dan hadits Nabi," katanya. Menyambung ucapan itu, Kapolda Jatim Irjen Pol Herman S Sumawiredja mengatakan Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa tidak ada nabi lain setelah dirinya, maka ucapan Nabi Muhammad SAW itu tidak dapat dianggap palsu. "Kalau saudara menganggap Nabi Muhammad SAW itu palsu, kenapa saudara percaya Ahmad Moshaddeq alias H Salam (pimpinan Al-Qiyadah) itu nabi, apakah saudara tahu track-recordnya, apakah saudara meyakini kejujurannya, apakah saudara tahu apa amal keagamaannya," katanya. Menurut Kapolda Jatim, ajaran dan keyakinan itu tidak boleh didasarkan dengan logika, apalagi logika yang digunakan dengan memilih dalil agama yang menguntungkan dan membuang dalil agama yang merugikan. "Saudara tidak mau menggunakan ucapan Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, karena hal itu merugikan saudara, padahal semua ulama menilai hadits itu shahih (diyakini kebenarannya), tapi bila mata hati sudah tertutup memang akan mengingkarinya," katanya. Namun, dialog yang cukup lama itu akhirnya tidak membuahkan hasil, karena para pengurus dan anggota jemaah Al-Qiyadah Al-Islamiyah tampaknya tetap pada pendiriannya. "Kami punya pendirian, kami punya pendiri, kami meyakini dia adalah pengganti Nabi Muhammad SAW, karena itu kami minta diberi kebebasan dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan," kata Rizky, pengurus Al-Qiyadah Al-Islamiyah saat berdialog. Dalam kesempatan itu, penganut Al-Qiyadah Al-Islamiyah Jatim itu mengumpamakan posisi mereka seperti posisi Nabi Muhammad SAW saat masih berada di Mekkah yang belum menerima perintah salat, puasa, zakat, dan haji. Menanggapi hal itu, Kapolda Jatim mengatakan pihaknya mempersilahkan mereka untuk memilih, apakah kembali ke jalan Islam yang benar atau polisi akan melakukan penyidikan sesuai prosedur hukum yang berlaku, apalagi ada fatwa MUI yang melarang aliran itu. "Mereka sudah jauh menyimpang, bahkan dalam agama sudah tergolong `murtad` (keluar dari agama Islam), karena mereka sudah mengubah agama. Kami akan tetap menyidik mereka, khususnya mereka yang ada di dalam struktur organisasi Al-Qiyadah," katanya. Ke-21 orang anggota aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah Jatim itu semula meminta perlindungan Polda Jawa Timur (2/11), kemudian mereka akhirnya diperiksa sebagai saksi penistaan agama dan hingga kini (5/11) pun mereka tetap diperiksa secara mendalam sebagai saksi. Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah didirikan Ahmad Moshaddeq alias H Salam sejak 23 Juli 2006 dengan pengakuan bahwa dirinya, mendapat wahyu dari Allah dan mengaku sebagai Rasul menggantikan posisi Muhammad SAW setelah bertapa selama 40 hari 40 malam. Kitab Suci yang digunakan adalah Al Quran, tetapi meninggalkan hadits dan menafsirkannya sendiri. Aliran itu juga mengajarkan Syahadat baru, yakni "Asyhadu alla ilaha illa Allah wa asyhadu anna Masih al-Mau`ud Rasul Allah", di mana umat yang tidak beriman kepada "al-Masih al-Mau`ud" berarti kafir dan bukan muslim. Selain itu, aliran baru ini tidak mewajibkan shalat, puasa dan haji, karena pada abad ini masih dianggap tahap perkembangan Islam awal sebelum akhirnya terbentuk Khilafah Islamiyah. Aliran tersebut juga mengenal penebusan dosa dengan menyerahkan sejumlah uang kepada al-Masih al-Mau`ud mirip aliran sesat lainnya.(*)