Pengusaha-advokat didakwa suap hakim pengadilan Jaksel
11 April 2019 15:56 WIB
Tiga terdakwa perantara dan penyuap dua hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan yaitu Muhammad Ramadhan, Martin P Silitonga dan Arif Fitrawan menjalani sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (11/4/2019). (Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA) - Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Martin P Silitonga dan advokat Arif Fitrawan didakwa menyuap dua orang hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) R Iswahyu Widodo dan Irwan dan senilai Rp180 juta ditambah 47 ribu dolar Singapura (sekitar Rp680 juta).
"Terdakwa Martin P Silitonga bersama-sama dengan terdakwa Arif Fitrawan memberi sejumlah Rp150 juta dan sebesar 47 ribu dolar Singapura melalui Muhammad Ramadhan kepada R Iswahyu Widodo dan Irwan masing-masing selaku hakim PN Jaksel," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ferdian Adi Nugroho di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Pemberian suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan perkara perdata mengenai gugatan pembatalan perjanjian akuisisi antara CV Citra Lampia Mandiri (CLM) dan PT Asia Pacific Mining Resources (APMR).
Iswahyu Widodo, Irwan serta Achmad Guntur menjadi majelis hakim yang menangani perkara perdata No 262/Pdt.G/2018 PN JKT.SEL dengan penggugat pemilik PT CLM Isrullah Achmad dan direktur PT CLM Martin P Silitonga dengan pengacaranya Arif Setiawan melawan tergugat PT APMR, dirut PT CLM Thomas Azali dan notaris Suzanti Lukman.
"Sekitar akhir Juli 2018, terdakwa Arif Fitrawan berdiskusi dengan Isrulah Achmad maupun terdakwa Martin P Silitonga mengenai gugatan, saat itu terdakwa Martin P Silitonga mengusulkan untuk 'mengurus' kepada majelis hakim yang kemudian disepakati Arif Fitrawan," tambah jaksa Ferdian.
Arif lalu meminta bantuan Muhammad Ramadhan dan Ramadhan menyanggupinya. Ramadhan yang merupakan panitera PN Jakarta Timur diketahui lama bertugas di PN Jaksel sehingga memiliki jaringan luas dan dapat berhubungan dengan majelis hakim yang bertugas di PN Jaksel termasuk R Iswahyu Widodo dan Irwan.
Seminggu sebelum putusan sela, Ramadhan menemui Iswahyu Widodo dan Irwan yang sedang makan malam dan menyampaikan ada yang mau mengurus perkara agar dibantu.
Atas penyampaian itu, Irwan bertanya kepada Ramadhan 'duitnya berapa' lalu terdakwa menjawab untuk putusan sela ada uang Rp150 juta dimana Arif Fitrawan yang mengatur semuanya. Mendengar itu Irwan menyanggupi membantu dan akan diakomodir dalam putusan sela.
Ramadhan menyampaikan kepada Irwan bahwa untuk putusan akhir ada uang sekitar Rp450 juta.
Ramadhan lalu memberitahu hasil pertemuan kepada Arif Fitrawan yang intinya majelis hakim bersedia membantu dengan syarat disiapkan uang Rp200 juta untuk putusan sela dengan peruntukan Rp150 juta untuk majelis hakim, Rp10 juta untuk panitera dan Rp40 juta dibagi dua untuk Ramadhan dan Arif Fitrawan, sedangkan putusan akhir disiapkan uang Rp500 juta.
Uang diserahkan secara bertahap yaitu pada 31 Juli 2018 diserahkan Arif Fitrawan senilai Rp200 juta kepada M Ramadhan di parkiran masjid STPDN Cilandak Ampera Jakarta Selatan.
Selanjutnya Ramadhan menemui Irwan di parkiran Kemang Medical Center lalu menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Irwan, lalu Ramadhan kembali menemui Arif Fitrawan yang menunggu di kafe dan menyampaikan uang sudah diserahkan kepada majelis hakim.
Setelah menerima uang, Irwan mengajak Iswahyu Widodo makan malam dan Iswahyu Widodo meminta Irwan mengambil sebesar Rp40 juta dan sisanya untuk dirinya.
Pada 15 Agustus 2018 putusan sela menyatakan eksepsi para tergugat ditolak majelis hakim sehingga persidangan dilanjutkan dengan agenda pembuktian pokok perkara.
Mendekati putusan akhir pada akhir November 2018, Arif Fitrawan menemui Ramadhan di Warkop Pua' Kale untuk menyampaikan Rp500 juta bagi hakim sudah ada dan ada uang "entertain" untuk Ramadhan. Ramadhan meminta uang itu ditransfer ke rekening atas nama pegawai honorer PN Jaktim Mohammad Andi sehingga Arif langsung mentransfer Rp10 juta ke rekening tersebut. Martin Silitonga juga mentransfer uang Rp20 juta ke rekening Arif pada 23 November 2018.
Pada 26 November 2018 Martin P Silitonga ditahan penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus penggelapan aset PT APMR sehingga Arif menemui Ramadhan di warung tenda nasi goreng untuk membahas pengurusan akhir. Namun Ramadhan sudah keburu berjanji menemui Iswahyu WIdodo dan Irwan untuk menyampaikan ketersediaan uang Rp500 juta, Irwan pun keberatan dengan jumlah tersebut.
Baru pada 27 November 2018 Irwan setuju dengan jumlah Rp500 juta tersebut dengan mengirimkan gambar "jempol" ke 'whatsapp' istri Ramadhan bernama Deasy Diah Suryono. Uang yang sudah dikirim Martin P Silitonga ke rekening milik Arif Fitrawan itu disepakati diberikan dalam bentuk dolar Singapura.
Arif lalu menukar uang di VIP money changer Menteng Raya sehingga mendapat 47 ribu dolar Singapura dalam pecahan 1000 dolar Singapura.
Selanjutnya uang diserahkan Arif Fitrawan kepada Muhammad Ramadhan di rumah Ramadhan pada tanggal yang sama dan sesaat kemudian mereka diamankan petugas KPK.
Atas perbuatannya tersebut Muhammad Ramadhan didakwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan atau atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
Terhadap dakwaan itu, Martin dan Arif tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan) sehingga sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada pekan depan.
"Terdakwa Martin P Silitonga bersama-sama dengan terdakwa Arif Fitrawan memberi sejumlah Rp150 juta dan sebesar 47 ribu dolar Singapura melalui Muhammad Ramadhan kepada R Iswahyu Widodo dan Irwan masing-masing selaku hakim PN Jaksel," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ferdian Adi Nugroho di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Pemberian suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan perkara perdata mengenai gugatan pembatalan perjanjian akuisisi antara CV Citra Lampia Mandiri (CLM) dan PT Asia Pacific Mining Resources (APMR).
Iswahyu Widodo, Irwan serta Achmad Guntur menjadi majelis hakim yang menangani perkara perdata No 262/Pdt.G/2018 PN JKT.SEL dengan penggugat pemilik PT CLM Isrullah Achmad dan direktur PT CLM Martin P Silitonga dengan pengacaranya Arif Setiawan melawan tergugat PT APMR, dirut PT CLM Thomas Azali dan notaris Suzanti Lukman.
"Sekitar akhir Juli 2018, terdakwa Arif Fitrawan berdiskusi dengan Isrulah Achmad maupun terdakwa Martin P Silitonga mengenai gugatan, saat itu terdakwa Martin P Silitonga mengusulkan untuk 'mengurus' kepada majelis hakim yang kemudian disepakati Arif Fitrawan," tambah jaksa Ferdian.
Arif lalu meminta bantuan Muhammad Ramadhan dan Ramadhan menyanggupinya. Ramadhan yang merupakan panitera PN Jakarta Timur diketahui lama bertugas di PN Jaksel sehingga memiliki jaringan luas dan dapat berhubungan dengan majelis hakim yang bertugas di PN Jaksel termasuk R Iswahyu Widodo dan Irwan.
Seminggu sebelum putusan sela, Ramadhan menemui Iswahyu Widodo dan Irwan yang sedang makan malam dan menyampaikan ada yang mau mengurus perkara agar dibantu.
Atas penyampaian itu, Irwan bertanya kepada Ramadhan 'duitnya berapa' lalu terdakwa menjawab untuk putusan sela ada uang Rp150 juta dimana Arif Fitrawan yang mengatur semuanya. Mendengar itu Irwan menyanggupi membantu dan akan diakomodir dalam putusan sela.
Ramadhan menyampaikan kepada Irwan bahwa untuk putusan akhir ada uang sekitar Rp450 juta.
Ramadhan lalu memberitahu hasil pertemuan kepada Arif Fitrawan yang intinya majelis hakim bersedia membantu dengan syarat disiapkan uang Rp200 juta untuk putusan sela dengan peruntukan Rp150 juta untuk majelis hakim, Rp10 juta untuk panitera dan Rp40 juta dibagi dua untuk Ramadhan dan Arif Fitrawan, sedangkan putusan akhir disiapkan uang Rp500 juta.
Uang diserahkan secara bertahap yaitu pada 31 Juli 2018 diserahkan Arif Fitrawan senilai Rp200 juta kepada M Ramadhan di parkiran masjid STPDN Cilandak Ampera Jakarta Selatan.
Selanjutnya Ramadhan menemui Irwan di parkiran Kemang Medical Center lalu menyerahkan uang sebesar Rp150 juta kepada Irwan, lalu Ramadhan kembali menemui Arif Fitrawan yang menunggu di kafe dan menyampaikan uang sudah diserahkan kepada majelis hakim.
Setelah menerima uang, Irwan mengajak Iswahyu Widodo makan malam dan Iswahyu Widodo meminta Irwan mengambil sebesar Rp40 juta dan sisanya untuk dirinya.
Pada 15 Agustus 2018 putusan sela menyatakan eksepsi para tergugat ditolak majelis hakim sehingga persidangan dilanjutkan dengan agenda pembuktian pokok perkara.
Mendekati putusan akhir pada akhir November 2018, Arif Fitrawan menemui Ramadhan di Warkop Pua' Kale untuk menyampaikan Rp500 juta bagi hakim sudah ada dan ada uang "entertain" untuk Ramadhan. Ramadhan meminta uang itu ditransfer ke rekening atas nama pegawai honorer PN Jaktim Mohammad Andi sehingga Arif langsung mentransfer Rp10 juta ke rekening tersebut. Martin Silitonga juga mentransfer uang Rp20 juta ke rekening Arif pada 23 November 2018.
Pada 26 November 2018 Martin P Silitonga ditahan penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus penggelapan aset PT APMR sehingga Arif menemui Ramadhan di warung tenda nasi goreng untuk membahas pengurusan akhir. Namun Ramadhan sudah keburu berjanji menemui Iswahyu WIdodo dan Irwan untuk menyampaikan ketersediaan uang Rp500 juta, Irwan pun keberatan dengan jumlah tersebut.
Baru pada 27 November 2018 Irwan setuju dengan jumlah Rp500 juta tersebut dengan mengirimkan gambar "jempol" ke 'whatsapp' istri Ramadhan bernama Deasy Diah Suryono. Uang yang sudah dikirim Martin P Silitonga ke rekening milik Arif Fitrawan itu disepakati diberikan dalam bentuk dolar Singapura.
Arif lalu menukar uang di VIP money changer Menteng Raya sehingga mendapat 47 ribu dolar Singapura dalam pecahan 1000 dolar Singapura.
Selanjutnya uang diserahkan Arif Fitrawan kepada Muhammad Ramadhan di rumah Ramadhan pada tanggal yang sama dan sesaat kemudian mereka diamankan petugas KPK.
Atas perbuatannya tersebut Muhammad Ramadhan didakwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a dan atau atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal itu mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp750 juta.
Terhadap dakwaan itu, Martin dan Arif tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan) sehingga sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada pekan depan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019
Tags: