Joki-joki cilik ikut adu kebolehan di Festival Pesona Tambora
11 April 2019 15:42 WIB
Para joki cilik saat balapan kuda tradisional dalam rangka Festival Pesona Tambora 2019 di arena Pacuan Kuda Lembah Kara, Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (11/4/2019). (ANTARA/Nur Imansyah).
Dompu, Nusa Tenggara Barat (ANTARA) - Joki-joki cilik ikut adu kebolehan dalam balapan kuda tradisional yang sering disebut "Pacoa Jara" dalam rangkaian Festival Pesona Tambora 2019 yang berlangsung di Kecamatan Pajo, Kabupaten Dompu.
"Latar belakangnya itu kita untuk menjaga budaya. Selain itu juga menumbuhkan pendapatan ekonomi masyarakat pencinta kuda. Kita setiap malam mengalami perubahan pemilik (kuda) karena mereka selalu transaksi beli," kata Ketua Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Kabupaten Dompu sekaligus Ketua Panitia Balapan Kuda Tradisional Muhamad Amin Jafar, Kamis, mengenai Pacoa Jara yang berlangsung di arena Pacuan Kuda Lembah Kara.
Dia menjelaskan balapan kuda tradisional dalam Festival Pesona Tambora (FPT) juga bisa menaikkan harga kuda, kuda yang semula harganya belasan juta rupiah bisa naik harga menjadi puluhan juta rupiah setelah masuk ke putaran ketiga lomba.
Tahun ini peserta lomba juga ada yang berasal dari Mataram, Lombok Tengah, Sumbawa, dan wilayah Nusa Tenggara Timur. "Untuk tahun ini balapan pacuan kuda memperebutkan hadiah total Rp500 juta," kata Muhamad Amin.
Ia mengatakan balapan kuda tersebut merupakan atraksi budaya turun-temurun di Dompu dan sekitarnya dan penampilan para penunggang kuda cilik selalu menjadi atraksi menarik bagi wisatawan.
"Beberapa tahun terakhir, balapan kuda tradisional tersebut mulai dijadikan event tahunan oleh Dinas Pariwisata NTB sebagai rangkaian dari Festival Pesona Tambora," katanya.
Tahun 2019 sendiri ada sekitar 600 kuda yang disertakan dalam lomba. Balapan kuda mencakup 14 kelompok berdasarkan tinggi dan usia kuda. Seluruh kuda tersebut beradu kecepatan melalui lintasan sepanjang 1.200 meter. Jokinya anak-anak berusia antara empat sampai 10 tahun.
Kebanyakan joki cilik peserta balapan umumnya anak-anak sekitar Kabupaten Dompu yang dipekerjakan oleh pemilik kuda. Masing-masing joki mendapat bayaran antara Rp50 ribu sampai Rp100 ribu dalam sehari. Jika kuda yang ditunggangi menang, maka joki cilik tersebut akan menerima bayaran antara Rp1 juta sampai Rp2 juta.
Muhammad Ali, salah satu joki cilik, sudah berlatih berkuda sejak masih kelas satu Sekolah Dasar dan sering ikut balapan kuda untuk menambah uang saku.
"Saya senang, tidak pernah takut," ujar Ali.
Ali telah lima kali berganti kuda tunggangan milik lima orang yang berbeda sejak hari pertama balapan kuda tradisional pada 31 Maret sampai hari terakhir pada 10 April. Dia telah 25 kali memacu kuda selama kurun itu.
"Kakak saya juga joki. Saya juga, kami sekeluarga jadi joki," ujar Ali.
Di Dompu, profesi joki biasanya turun-temurun. Joki cilik biasanya juga anak seorang penunggang kuda. Namun orangtua biasanya tidak memaksa anak menjadi penunggang kuda, karena menganggap pemaksaan yang demikian justru bisa mendatangkan celaka.
Baca juga: Festival Tambora 2019 siap digelar 1-11 April
"Latar belakangnya itu kita untuk menjaga budaya. Selain itu juga menumbuhkan pendapatan ekonomi masyarakat pencinta kuda. Kita setiap malam mengalami perubahan pemilik (kuda) karena mereka selalu transaksi beli," kata Ketua Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) Kabupaten Dompu sekaligus Ketua Panitia Balapan Kuda Tradisional Muhamad Amin Jafar, Kamis, mengenai Pacoa Jara yang berlangsung di arena Pacuan Kuda Lembah Kara.
Dia menjelaskan balapan kuda tradisional dalam Festival Pesona Tambora (FPT) juga bisa menaikkan harga kuda, kuda yang semula harganya belasan juta rupiah bisa naik harga menjadi puluhan juta rupiah setelah masuk ke putaran ketiga lomba.
Tahun ini peserta lomba juga ada yang berasal dari Mataram, Lombok Tengah, Sumbawa, dan wilayah Nusa Tenggara Timur. "Untuk tahun ini balapan pacuan kuda memperebutkan hadiah total Rp500 juta," kata Muhamad Amin.
Ia mengatakan balapan kuda tersebut merupakan atraksi budaya turun-temurun di Dompu dan sekitarnya dan penampilan para penunggang kuda cilik selalu menjadi atraksi menarik bagi wisatawan.
"Beberapa tahun terakhir, balapan kuda tradisional tersebut mulai dijadikan event tahunan oleh Dinas Pariwisata NTB sebagai rangkaian dari Festival Pesona Tambora," katanya.
Tahun 2019 sendiri ada sekitar 600 kuda yang disertakan dalam lomba. Balapan kuda mencakup 14 kelompok berdasarkan tinggi dan usia kuda. Seluruh kuda tersebut beradu kecepatan melalui lintasan sepanjang 1.200 meter. Jokinya anak-anak berusia antara empat sampai 10 tahun.
Kebanyakan joki cilik peserta balapan umumnya anak-anak sekitar Kabupaten Dompu yang dipekerjakan oleh pemilik kuda. Masing-masing joki mendapat bayaran antara Rp50 ribu sampai Rp100 ribu dalam sehari. Jika kuda yang ditunggangi menang, maka joki cilik tersebut akan menerima bayaran antara Rp1 juta sampai Rp2 juta.
Muhammad Ali, salah satu joki cilik, sudah berlatih berkuda sejak masih kelas satu Sekolah Dasar dan sering ikut balapan kuda untuk menambah uang saku.
"Saya senang, tidak pernah takut," ujar Ali.
Ali telah lima kali berganti kuda tunggangan milik lima orang yang berbeda sejak hari pertama balapan kuda tradisional pada 31 Maret sampai hari terakhir pada 10 April. Dia telah 25 kali memacu kuda selama kurun itu.
"Kakak saya juga joki. Saya juga, kami sekeluarga jadi joki," ujar Ali.
Di Dompu, profesi joki biasanya turun-temurun. Joki cilik biasanya juga anak seorang penunggang kuda. Namun orangtua biasanya tidak memaksa anak menjadi penunggang kuda, karena menganggap pemaksaan yang demikian justru bisa mendatangkan celaka.
Baca juga: Festival Tambora 2019 siap digelar 1-11 April
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: