Makassar (ANTARA) - Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengimbau masyarakat untuk tidak ikut meneruskan/ menyebarkan berita bohong atau hoaks yang diterimanya melalui media sosial atau aplikasi messenger.
Pasalnya meneruskan berita atau pemberitahuan bohong dapat dikenakan pidana dengan ancaman penjara setinggi-tinggi selama sepuluh tahun.
"Dan bilamana yang disebarkan mengandung ujaran kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan akan dikenakan hukuman penjara paling lama enam tahun," kata Dedi melalui pesan singkat, yang diterima di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu.
Dia menyebut, tujuh hari menjelang hari pemilihan umum, beberapa ancaman gangguan kamtibmas di ruang siber masih di dominasi dengan beredarnya berita bohong atau hoaks.
"Yang terakhir adalah berita tentang hasil penghitungan Pilpres 2019 pada TPS di luar negeri, yang beredar melalui WhatsApp," katanya.
Polri memperkirakan berita-berita yang meresahkan serupa akan terus bermunculan.
Selain itu juga tidak menutup kemungkinan adanya metode penyebaran berita bohong lainnya seperti penyebaran SMS melalui peralatan broadcasting yang dapat diterima oleh siapa saja di suatu daerah tertentu, seperti di kerumunan orang yang menghadiri suatu pertemuan terbuka atau kampanye, yang umumnya adalah kampanye hitam maupun kampanye negatif yang menyerang individu tertentu, atau mendelegitimasi pemerintah atau KPU sebagai penyelenggara Pemilu.
"Beberapa isu negatif seperti isu KTP palsu yang tercecer, kontainer berisi surat suara tercoblos, sampai yang terakhir adalah isu tentang server KPU yang telah dikondisikan untuk memenangkan salah satu paslon, telah diungkap dan pelakunya telah ditangkap," katanya.
Sementara anggota Komisi Pemilihan Umum, Viryan Azis telah menyatakan bahwa memang ada pemilihan umum awal bagi pemilih yang berdomisili di luar negeri, namun penghitungan suaranya akan dilaksanakan pada 17 April 2019, sehingga berita yang beredar di media sosial adalah berita yang tidak benar.
"Selain ancaman berita bohong, penyelenggaraan Pemilu juga tidak menutup kemungkinan mengalami gangguan siber, baik yang disengaja maupun yang terkendala akibat volume akses yang tinggi sehingga terjadi kelambatan akses data," kata Viryan.
Ia menyebut, selain siap melakukan pengamanan fisik dengan dukungan keamanan penuh dari TNI dan Polri yang menjamin masyarakat untuk tidak ragu menggunakan hak pilihnya, KPU juga telah didukung banyak pemangku kepentingan agar penyampaian hasil hitung manual yang disaksikan secara terbuka dapat diketahui hasilnya oleh masyarakat.
Polri imbau masyarakat tidak turut sebarkan berita hoaks
10 April 2019 23:19 WIB
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo. (ANTARA/ Anita Permata Dewi)
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: