Charles: Penghapusan hukuman mati jadi tantangan DPR
10 April 2019 19:25 WIB
Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati (kiri pertama), Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan (kiri kedua), Direktur Eksekutif Amnesty lnternational lndonesia Usman Hamid (tengah), Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris (kanan kedua) dan Kepala Divisi Pembelaan HAM Kontras Arif Nur Fikri (kanan pertama) dalam diskusi saat peluncuran laporan hukuman dan eksekusi mati 2018 di Jakarta, Rabu. (10/4/2019). (ANTARA News / Azis Kurmala)
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mengatakan perbaikan sistem hukum terutama penghapusan hukuman mati menjadi tantangan bagi DPR.
"Penghapusan hukuman mati masih menjadi pro dan kontra bagi fraksi DPR. Tidak banyak anggota DPR yang berani terbuka untuk menolak penggunaan hukuman mati di Indonesia," ujar Charles Honoris dalam diskusi saat peluncuran laporan Amnesti Internasional tentang hukuman dan eksekusi mati 2018 di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan sulit bagi DPR untuk melakukan perubahan regulasi tentang hukuman mati di Indonesia meskipun lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk menyiapkan produk undang-undang yang menghapus hukuman mati.
"Untuk menghapus hukuman mati kuncinya ada di political will pemerintah untuk membuat rencana jangka pendek maupun panjang terkait penghapusan hukuman mati," ujar Charles.
Dengan adanya "political will" maupun "blue print" dari pemerintah menjadi proses awal untuk menghapus penerapan hukuman mati di Indonesia.
Ia mengungkapkan hukuman mati adalah pembunuhan paling terencana dan tidak menimbulkan efek jera
"Kita lihat sendiri kasus di Indonesia. Sudah ada belasan terpidana kasus narkotika dihukum mati, tapi peredaran narkotika masih meningkat. Beberapa tahun terakhir polisi berhasil menggagalkan penyelundupan ribuan ton narkotika ke Indonesia," kata dia.
Sementara itu, Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan mengatakan praktik eksekusi mati yang dilaksanakan di pemerintahan Joko Widodo menyumbang munculnya golongan putih pada saat Pilpres mendatang.
"Di era pemerintahan Joko Widodo, total sebanyak 18 orang dieksekusi mati. Praktik eksekusi mati tersebut menyumbang munculnya golongan putih," ujar dia.
Ia mengatakan pemerintah dalam dua tahun terakhir tidak lagi mengeksekusi para terpidana mati.
"Tindakan pemerintah itu adalah moratorium hukuman mati secara de facto. Yang saya inginkan pemerintah meningkatkan moratorium de facto ini menjadi lebih resmi yaitu moratorium de jure dalam sebuah kebijakan dengan menghapuskan hukuman mati," kata dia.
Kebijakan penghapusan hukuman mati itu dapat memulihkan kepercayaan masyarakat sipil terhadap Joko Widodo.
Baca juga: DPR harus menjadi pionir penghapusan hukuman mati
"Penghapusan hukuman mati masih menjadi pro dan kontra bagi fraksi DPR. Tidak banyak anggota DPR yang berani terbuka untuk menolak penggunaan hukuman mati di Indonesia," ujar Charles Honoris dalam diskusi saat peluncuran laporan Amnesti Internasional tentang hukuman dan eksekusi mati 2018 di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan sulit bagi DPR untuk melakukan perubahan regulasi tentang hukuman mati di Indonesia meskipun lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk menyiapkan produk undang-undang yang menghapus hukuman mati.
"Untuk menghapus hukuman mati kuncinya ada di political will pemerintah untuk membuat rencana jangka pendek maupun panjang terkait penghapusan hukuman mati," ujar Charles.
Dengan adanya "political will" maupun "blue print" dari pemerintah menjadi proses awal untuk menghapus penerapan hukuman mati di Indonesia.
Ia mengungkapkan hukuman mati adalah pembunuhan paling terencana dan tidak menimbulkan efek jera
"Kita lihat sendiri kasus di Indonesia. Sudah ada belasan terpidana kasus narkotika dihukum mati, tapi peredaran narkotika masih meningkat. Beberapa tahun terakhir polisi berhasil menggagalkan penyelundupan ribuan ton narkotika ke Indonesia," kata dia.
Sementara itu, Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan mengatakan praktik eksekusi mati yang dilaksanakan di pemerintahan Joko Widodo menyumbang munculnya golongan putih pada saat Pilpres mendatang.
"Di era pemerintahan Joko Widodo, total sebanyak 18 orang dieksekusi mati. Praktik eksekusi mati tersebut menyumbang munculnya golongan putih," ujar dia.
Ia mengatakan pemerintah dalam dua tahun terakhir tidak lagi mengeksekusi para terpidana mati.
"Tindakan pemerintah itu adalah moratorium hukuman mati secara de facto. Yang saya inginkan pemerintah meningkatkan moratorium de facto ini menjadi lebih resmi yaitu moratorium de jure dalam sebuah kebijakan dengan menghapuskan hukuman mati," kata dia.
Kebijakan penghapusan hukuman mati itu dapat memulihkan kepercayaan masyarakat sipil terhadap Joko Widodo.
Baca juga: DPR harus menjadi pionir penghapusan hukuman mati
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019
Tags: