Kaisar Jepang rayakan pernikahan intan
10 April 2019 15:22 WIB
Kaisar Akihito dari Jepang dan Permaisuri Michiko berjalan-jalan di sebuah pantai di dekat vila kekaisaran, tempat mereka menginap selama masa penyembuhan kaisar, di kota Hayama, selatan Tokyo, Jepang, Senin (21/1). ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/cfo/19
Tokyo (ANTARA) - Kaisar Jepang Akihito dan permaisuri Michiko merayakan peringatan pernikahan intan, yang menandai ulang tahun ke-60 pernikahan mereka yang memodernkan kekaisaran.
Akihito (85) akan melepas mahkota pada 30 April dan mewariskannya kepada putra sulungnya, Pangeran Naruhito.
"Enam puluh tahun yang bersinar dan saling mendukung" tulis surat kabar bisnis Nikkei yang biasanya serius, mengenai pernikahan mereka. Nikkei foto Michiko (84) yang, dalam suatu upacara baru-baru ini, dengan tenang membantu Akihito saat naskah pidato sang kaisar campur aduk.
Kisah cinta bak dongeng dimulai di lapangan tenis dan menampilkan gambaran menawan, sekaligus menegangkan bagi Michiko, rakyat jelata pertama yang menikah dengan pewaris tahta kekaisaran Jepang saat itu.
"Mendobrak tradisi di Jepang sangatlah sulit," kata Kazuo Oda, yang menyaksikan saat Akihito dan Michiko bertemu dalam pertandingan tenis pada Agustus 1957, dua tahun sebelum mereka menikah.
Pernikahan mereka, yang secara luas digambarkan sebagai hubungan sepasang kekasih, mengembuskan harapan bahwa Michiko, putri seorang pengusaha kaya yang gigih, dapat membawa modernisasi pada tradisi istana.
Dengan berbagai cara, Michiko melakukannya. Dia mengasuh sendiri kedua putra dan seorang putrinya, bahkan membuat bekal makan siang mereka. Dalam tradisi kekaisaran, anak-anak dibesarkan oleh para inang pengasuh dan pembantu kerajaan.
Dia juga dijadikan contoh dalam hal melakukan pendekatan kepada masyarakat biasa, termasuk kalangan lansia, orang-orang berkebutuhan khusus dan korban bencana. Michiko bahkan sering berlutut ketika memeluk atau berbicara dengan rakyat, suatu tindakan yang mengagetkan kalangan konservatif tetapi membuatnya disayangi masyarakat.
Namun, gambaran umum tersebut ternoda dengan berita-berita tentang penyakit yang diderita Michiko, yang oleh para pengamat dan orang dalam katakan sebagai akibat dari tekanan keras oleh pihak istana dan ibu mertuanya.
Michiko sendiri sering menunjuk pada "kesedihan dan kegelisahannya".
"Hidup sebagai putri mahkota lalu menjadi permaisuri bukanlah kedudukan yang mudah bagi saya dalam arti yang luas," katanya ketika berpidato memperingati ulang tahun ke-84 pada Oktober lalu.
Akihito sering mengemukakan rasa terima kasihnya pada Michiko dan, pada peringatan 50 tahun pernikahan, Akihito mengakui bahwa dia tidak selalu "memberi perhatian cukup" karena latar belakang yang berbeda.
"Permaisuri menderita dalam masa-masa sulit. Itu adalah alami untuk kedudukannya," kata salah satu orang dekat mereka.
"Waktu telah begitu lama berlalu, namun kaisar memikirkan apa saja yang seharusnya ia bisa lakukan pada masa-masa tersebut."
Pasangan kerajaan itu merayakan ultah pernikahan dengan serangkaian pesta kecil, termasuk menerima ucapan selamat dari keluarga dan petugas serta jamuan malam di istana kekaisaran.
Sumber: Reuters
Baca juga: Kaisar Akihito turun tahta 30 April 2019
Baca juga: Kaisar Akihito minta Jepang bangun hubungan "tulus" dengan dunia
Akihito (85) akan melepas mahkota pada 30 April dan mewariskannya kepada putra sulungnya, Pangeran Naruhito.
"Enam puluh tahun yang bersinar dan saling mendukung" tulis surat kabar bisnis Nikkei yang biasanya serius, mengenai pernikahan mereka. Nikkei foto Michiko (84) yang, dalam suatu upacara baru-baru ini, dengan tenang membantu Akihito saat naskah pidato sang kaisar campur aduk.
Kisah cinta bak dongeng dimulai di lapangan tenis dan menampilkan gambaran menawan, sekaligus menegangkan bagi Michiko, rakyat jelata pertama yang menikah dengan pewaris tahta kekaisaran Jepang saat itu.
"Mendobrak tradisi di Jepang sangatlah sulit," kata Kazuo Oda, yang menyaksikan saat Akihito dan Michiko bertemu dalam pertandingan tenis pada Agustus 1957, dua tahun sebelum mereka menikah.
Pernikahan mereka, yang secara luas digambarkan sebagai hubungan sepasang kekasih, mengembuskan harapan bahwa Michiko, putri seorang pengusaha kaya yang gigih, dapat membawa modernisasi pada tradisi istana.
Dengan berbagai cara, Michiko melakukannya. Dia mengasuh sendiri kedua putra dan seorang putrinya, bahkan membuat bekal makan siang mereka. Dalam tradisi kekaisaran, anak-anak dibesarkan oleh para inang pengasuh dan pembantu kerajaan.
Dia juga dijadikan contoh dalam hal melakukan pendekatan kepada masyarakat biasa, termasuk kalangan lansia, orang-orang berkebutuhan khusus dan korban bencana. Michiko bahkan sering berlutut ketika memeluk atau berbicara dengan rakyat, suatu tindakan yang mengagetkan kalangan konservatif tetapi membuatnya disayangi masyarakat.
Namun, gambaran umum tersebut ternoda dengan berita-berita tentang penyakit yang diderita Michiko, yang oleh para pengamat dan orang dalam katakan sebagai akibat dari tekanan keras oleh pihak istana dan ibu mertuanya.
Michiko sendiri sering menunjuk pada "kesedihan dan kegelisahannya".
"Hidup sebagai putri mahkota lalu menjadi permaisuri bukanlah kedudukan yang mudah bagi saya dalam arti yang luas," katanya ketika berpidato memperingati ulang tahun ke-84 pada Oktober lalu.
Akihito sering mengemukakan rasa terima kasihnya pada Michiko dan, pada peringatan 50 tahun pernikahan, Akihito mengakui bahwa dia tidak selalu "memberi perhatian cukup" karena latar belakang yang berbeda.
"Permaisuri menderita dalam masa-masa sulit. Itu adalah alami untuk kedudukannya," kata salah satu orang dekat mereka.
"Waktu telah begitu lama berlalu, namun kaisar memikirkan apa saja yang seharusnya ia bisa lakukan pada masa-masa tersebut."
Pasangan kerajaan itu merayakan ultah pernikahan dengan serangkaian pesta kecil, termasuk menerima ucapan selamat dari keluarga dan petugas serta jamuan malam di istana kekaisaran.
Sumber: Reuters
Baca juga: Kaisar Akihito turun tahta 30 April 2019
Baca juga: Kaisar Akihito minta Jepang bangun hubungan "tulus" dengan dunia
Penerjemah: Maria Dian A
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019
Tags: