Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang, Jawa Timur, Cipto Wiyono (CWI) sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap pembahasan APBD Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015.

"Dalam pengembangan penyidikan dan persidangan perkara dugaan suap terkait pembahsan APBD-P Pemkot Malang TA 2015, KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup dugaan keterlibatan pihak lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Kasus itu berawal dari penetapan tiga tersangka pada 3 Agustus 2017, yaitu mantan Ketua DPRD Kota Malang M Arief Wicaksono, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Kota Malang Jarot Edy Sulistiyono, dan Komisaris PT Enfys Nusantara Karya Hendrawan Maruszama.

Febri mengatakan bahwa M Arief Wicaksono yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Malang diduga menerima suap Rp700 juta dari Jarot Edy Sulistiyono.

M Arief Wicaksono telah divonis penjara selama 5 tahun dan 2 orang lainnya divonis 2 tahun penjara.

"Setelah mencermati fakta-fakta yang berkembang di penyidikan dan persidangan tersebut berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK meningkatkan status penanganan perkara ini ke penyidikan dengan tersangka CWI, Sekretaris Daerah Kota Malang 2014-2016," tuturnya.

Tersangka Cipto Wiyono selaku Sekretaris Daerah Kota Malang periode 2014-2016 bersama-sama Moch Anton selaku Wali Kota Malang periode 2013-2018 dan Jarot Edy Sulistiyono, memberi hadiah atau janji terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang TA 2015 kepada M Arief Wicaksono selaku Ketua DPRD Kota Malang Periode 2014-2019 dan kawan-kawan.

Atas dugaan tersebut, Cipto Wiyono disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam konstruksi perkara yang menjerat Cito Wiyono itu dijelaskan bahwa pada pelaksanaan APBD tahun 2015, Pemkot Malang terdapat Sisa Anggaran Lebih Penggunaan Anggaran (SILPA) atas pelaksanaan APBD tahun 2015.

"Agar SILPA tersebut dapat digunakan, maka perlu dilakukan APBD Perubahan tahun 2015. Pada pertengahan Juni hingga Juli 2015, dilakukan pembahasan APBD-P TA 2015 Kota Malang yang diawali dengan rapat paripurna DPRD membahas Kebijakan Umum Anggaran dan prioritas plafon Anggaran Tahun Anggaran 2015," ungkap Febri.

Selanjutnya pada Juli 2015, Moch Anton memerintahkan tersangka Cipto Wiyono berkoordinasi dengan Jarot Edy Sulistyono dan M Arief Wicaksono terkait dengan penyiapan uang “ubo rampe", yakni uang untuk anggota DPRD Kota Malang untuk persetujuan pokok-pokok pikiran DPRD.

"Dalam koordinasi tersebut, M Arief Wicaksono menyampaikan kepada CWI bahwa jatah dewan kurang sekitar Rp700 juta. CWI diduga memerintahkan beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk mengumpulkan dana untuk DPRD Kota Malang terkait pembahasan APBD-P 2015 atas perintah Wali Kota Malang," kata Febri.

Selain itu, Cipto Wiyono diduga juga memerintahkan untuk mengumpulkan uang Rp900 juta dari rekanan pemborong di Dinas PUPR Kota Malang untuk diberikan kepada Moch Anton agar mendapatkan persetujuan APBD-P 2015.

"Setelah ada kesepakatan uang yang disebut uang pokok pikiran tersebut, M Arief Wicaksono dan CWI melakukan kesepakatan waktu persetujuan APBD-P 2015. Waktu diduga diatur sedemikian rupa supaya tidak kentara terlalu cepat disetujui oleh DPRD," ujar Febri.

Cipto Wiyono merupakan tersangka ke-45. Sebelumnya, kasus ini ditangani dalam tiga tahap, yaitu pada tahap pertama ditetapkan tiga tersangka ditetapkan pada 3 Agustus 2017.

Kemudian pada tahap kedua, KPK menetapkan 19 orang tersangka pada 21 Maret 2018, yaitu Wali Kota Malang periode 2013-2018 Moch Anton dan 18 anggota DPRD Kota Malang periode 2013-2018.

Pada tahap ketiga, KPK menetapkan 22 orang anggota DPRD periode 2013-2018 pada 3 September 2018.