Debat Capres
CORE berharap capres-cawapres rasional janji insentif pajak
9 April 2019 17:05 WIB
Peneliti Center Of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet (kedua dari kiri) didampingi Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal (paling kiri), Ekonom CORE Ahmad Akbar Susanto (kedua dari kanan), dan Direktur Riset CORE Piter A Redjalam (kanan) dalam diskusi dengan media bertajuk "Review Ekonomi Triwulan I 2019 dan Jelang Debat Capres ke-5" di Jakarta, Selasa (9/4/2019). (ANTARA/Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Center of Reform on Economics (CORE) mengharapkan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Pilpres 2019 bersikap rasional mengenai janji memberikan insentif pajak karena dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.
"Bisa terjadi shortfall (kekurangan penerimaan), ketika itu terjadi maka akan ada penyesuaian anggaran," papar peneliti CORE, Yusuf Rendy Manilet dalam diskusi dengan media di Jakarta, Selasa.
Bila terjadi "shortfall", lanjut dia, tentu akan memengaruhi daya belanja pemerintah yang akhirnya dapat berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.
"Jika diberlakukan tidak boleh dilakukan langsung, namun harus bertahap dan jangan sampai tidak diiringi menggaet sektor pajak yang baru sehingga tidak menghilangkan potensi penerimaan," katanya.
Ia menambahkan penurunan tetap harus dilakukan secara hati-hati dengan memperhitungkan dampak jangka pendek.
Yusuf Rendy Manilet mengatakan pemangkasan tarif pajak memang dapat merangsang investor menginvestasikan dananya di Indonesia. Namun, harus lebih diteliti lagi karena dampaknya tidak akan langsung.
"Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi salah satunya harus menggenjot manufaktur, Indonesia sudah memberikan insentif pajak ke sektor itu. Namun, sejauh ini belum terdampak, insentif pajak memang tidak bisa berdiri sendiri," katanya.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak termasuk PPh migas periode Januari-Februari 2019 mencapai Rp160,8 triliun. Penerimaan itu baru mencapai 10,2 persen dari yang ditargetkan oleh pemerintah.
Merujuk pada APBN 2019, sepanjang tahun pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.577,6 triliun dari total pendapatan negara sebanyak Rp2.165,1 triliun.
Dalam kesempatan sama, Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal mengatakan dalam rangka menarik investor menempatkan dananya di Indonesia, pemerintah juga harus memastikan kemudahan berbisnis, terutama di luar Jawa.
"Dengan sistem yang ramah akan mendorong investasi masuk, selama ini investor masih enggan untuk keluar Jawa," katanya.
"Bisa terjadi shortfall (kekurangan penerimaan), ketika itu terjadi maka akan ada penyesuaian anggaran," papar peneliti CORE, Yusuf Rendy Manilet dalam diskusi dengan media di Jakarta, Selasa.
Bila terjadi "shortfall", lanjut dia, tentu akan memengaruhi daya belanja pemerintah yang akhirnya dapat berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi nasional ke depan.
"Jika diberlakukan tidak boleh dilakukan langsung, namun harus bertahap dan jangan sampai tidak diiringi menggaet sektor pajak yang baru sehingga tidak menghilangkan potensi penerimaan," katanya.
Ia menambahkan penurunan tetap harus dilakukan secara hati-hati dengan memperhitungkan dampak jangka pendek.
Yusuf Rendy Manilet mengatakan pemangkasan tarif pajak memang dapat merangsang investor menginvestasikan dananya di Indonesia. Namun, harus lebih diteliti lagi karena dampaknya tidak akan langsung.
"Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi salah satunya harus menggenjot manufaktur, Indonesia sudah memberikan insentif pajak ke sektor itu. Namun, sejauh ini belum terdampak, insentif pajak memang tidak bisa berdiri sendiri," katanya.
Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak termasuk PPh migas periode Januari-Februari 2019 mencapai Rp160,8 triliun. Penerimaan itu baru mencapai 10,2 persen dari yang ditargetkan oleh pemerintah.
Merujuk pada APBN 2019, sepanjang tahun pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp1.577,6 triliun dari total pendapatan negara sebanyak Rp2.165,1 triliun.
Dalam kesempatan sama, Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal mengatakan dalam rangka menarik investor menempatkan dananya di Indonesia, pemerintah juga harus memastikan kemudahan berbisnis, terutama di luar Jawa.
"Dengan sistem yang ramah akan mendorong investasi masuk, selama ini investor masih enggan untuk keluar Jawa," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi dan Ahmad Wijaya
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019
Tags: