Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai perlu ada aturan perundang-undangan yang lebih tegas terkait aliran-aliran sesat di Indonesia. Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi di Jakarta, Rabu, menyatakan, aturan yang ada saat ini, seperti soal penistaan agama, dirasa sudah kurang memadai terbukti pemerintah seringkali terkesan bingung dan ragu menyikapi aliran sesat yang muncul dan marak belakangan ini. "Untuk keselamatan bangsa ke depan, maka perlu ada modifikasi aturan perundangan terkait aliran sesat tersebut," kata Hasyim kepada wartawan usai penandatanganan nota kesepahaman kerja sama antara PBNU dengan British Council di Kantor PBNU. Menurut Presiden Konferensi Dunia Agama-agama untuk Perdamaian (WCRP) itu, kelonggaran yang muncul sejak reformasi bergulir, juga memberi peran pada maraknya kemunculan aliran sesat. Data menyebutkan sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang berkembang di Indonesia, 50 aliran di antaranya tumbuh subur di Jawa Barat. "Kalau dulu ada preventive action, kalau dinilai berpotensi membuat kekacauan, ditangkap dulu sebelum terjadi sesuatu. Nah, kalau sekarang tidak bisa. Aturannya terlalu longgar," katanya. Dikatakannya, tidak adanya hukum yang cukup tegas tentang aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran agama itu membuat aparat berwenang kehilangan pegangan sehingga kerap tampak ragu-ragu menentukan sikap bila muncul sebuah aliran yang berpotensi meresahkan masyarakat. Fenomena aliran sesat, kata Hasyim, bukanlah persoalan kebebasan dalam bingkai hak asasi manusia (HAM) sebagaimana dikampanyekan sebagian kalangan. "Mengaku nabi itu bukan hak asasi manusia, tapi hak ketuhanan. Harus dibedakan antara hak asasi manusia dan hak ketuhanan," katanya. Hak asasi, kata Hasyim, tidaklah bebas nilai. Hak tersebut, menurutnya, tetaplah harus dalam bingkai norma, etika dan agama.(*)