KPK periksa silang dua tersangka suap distribusi pupuk
5 April 2019 21:50 WIB
Indung (rompi jingga) dari unsur swasta, salah satu kasus suap pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi pupuk menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini melakukan pemeriksaan secara silang dua tersangka kasus suap pengangkutan bidang pelayaran untuk kebutuhan distribusi pupuk menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Dua tersangka itu, yakni anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung (IND) dari unsur swasta.
Dalam pemeriksaan silang itu, KPK memeriksa Bowo sebagai saksi untuk tersangka Indung. Sedangkan Indung juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Bowo.
"Jadi, tadi dilakukan pemeriksaan silang, satu orang tersangka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Dari pemeriksaan itu, KPK masih mendalami proses kerja sama antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
"Kami perlu mendalami lebih lanjut terkait apa saja pengetahuan dan peran dari BSP dan IND terkait kerja sama antara PT PILOG dengan PT HTK, kerja sama pengangkutan menggunakan kapal," ungkap Febri.
Selain itu, kata dia, KPK juga mendalami lebih lanjut dugaan penerimaan-penerimaan lain yang sudah diidentifikasi sebelumnya yang diduga diterima oleh tersangka Bowo.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Bowo bersama dua orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap terkait dengan kerja sama pengangkutan pelayaran.
Diduga sebagai penerima Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung (IND) dari unsur swasta.
Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (ASW).
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.
Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang itu diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.
Dua tersangka itu, yakni anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung (IND) dari unsur swasta.
Dalam pemeriksaan silang itu, KPK memeriksa Bowo sebagai saksi untuk tersangka Indung. Sedangkan Indung juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Bowo.
"Jadi, tadi dilakukan pemeriksaan silang, satu orang tersangka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Dari pemeriksaan itu, KPK masih mendalami proses kerja sama antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
"Kami perlu mendalami lebih lanjut terkait apa saja pengetahuan dan peran dari BSP dan IND terkait kerja sama antara PT PILOG dengan PT HTK, kerja sama pengangkutan menggunakan kapal," ungkap Febri.
Selain itu, kata dia, KPK juga mendalami lebih lanjut dugaan penerimaan-penerimaan lain yang sudah diidentifikasi sebelumnya yang diduga diterima oleh tersangka Bowo.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Bowo bersama dua orang lainnya sebagai tersangka dugaan suap terkait dengan kerja sama pengangkutan pelayaran.
Diduga sebagai penerima Bowo Sidik Pangarso (BSP) dan Indung (IND) dari unsur swasta.
Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Marketing Manager PT HTK Asty Winasti (ASW).
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta "fee" kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metric ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan 85.130 dolar AS.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di sebuah kantor di Jakarta.
Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang itu diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019
Tags: