Kudus (ANTARA) - Dosen IAIN Kudus, M. Saekan Muchith melaporkan dugaan intimidasi oleh sikap atau kebijakan serta pernyataan rektor IAIN kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyusul testimoninya yang dimuat beberapa media terkait dugaan jual beli jabatan.

"Saya juga melaporkannya kepada Komisi Aparatur Sipil Negara serta Inspektorat Jenderal Kementerian Agama. Jika saya tidak melaporkan dugaan intimidasi tersebut, dikhawatirkan akan mendapat perlakuan diskriminatif secara birokrasi dari pihak rektor secara langsung atau tidak langsung," kata Dosen IAIN Kudus M. Saekan Muchith di Kudus, Kamis.

Surat permohonan perlindungan dan pendampingan dikirim pada tanggal 27 Maret 2019 dengan tembusan kepada Dirjen Pendidikan Islam Kemenag.

Ia mengungkapkan dugaan intimidasi dialami setelah memberikan testimoni tentang pengalamannya dalam mengikuti pengisian jabatan Ketua STAIN Kudus 2017, sedangkan April 2018 beralih menjadi IAIN Kudus.

Testimoninya itu, kata dia, dimuat di beberapa media daring pada 22 Maret 2019 dengan judul "M. Saekan Muchid Yakin Tak Terpilih jadi Ketua STAIN Kudus Karena Tak Bisa Amankan Proyek" serta di media lainnya berjudul "Dosen STAIN Kudus Mengaku Dapat Arahan Romi Amankan Teman Jakarta".

Menurut dia pengalaman suksesi STAIN Kudus tahun 2017 merupakan sebatas pengalaman saja, sehingga tidak tertarik menyampaikannya kepada publik.

Akan tetapi, lanjut dia, setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Romahurmuziy serta memberikan keterangan kepada media bahwa OTT tersebut terkait jual beli jabatan di lingkungan Kemenag, kemudian dirinya teringat pengalaman saat ikut suksesi Ketua STAIN Kudus 2017.

"Secara moral, saya harus menyampaikan kepada publik dengan harapan bisa menjadi informasi tambahan bagi Kemenag untuk melakukan perbaikan sistem pengisian jabatan," ujarnya.

Ia menduga ada kesamaan antara pengangkatan Kanwil Kemenag Jatim yang akhirnya terkena OTT KPK dengan suksesi Ketua STAIN Kudus 2017.

"Persamaannya, pihak yang dilantik sama-sama pernah tidak lolos tahap seleksi administrasi," ujarnya.

Ia menjelaskan di dalam tulisan yang dimuat di media daring, tidak ada kalimat yang menyalahkan atau menyudutkan pihak lain serta dirinya juga tidak pernah menuduh lembaga manapun khususnya Kemenag bersalah atau buruk.

"Saya juga tidak pernah mengatakan kalau kampus saya IAIN Kudus terlibat dugaan kasus jual beli jabatan," ujarnya.

Ia yakin bahwa pernyataan dari Menteri Agama dalam konferensi persnya disebutkan bahwa kasus OTT Romi tidak ada kaitannya dengan lembaga Kementerian Agama dan kasus OTT tersebut murni urusan pribadi.

"Menteri Agama melalui konferensi persnya itu juga meminta kepada seluruh ASN Kemenag untuk membantu penegakan hukum yang dilakukan KPK agar bisa menyelesaikannya dengan cepat dan tuntas. Sedangkan testimoni saya justru mendukung harapan Menteri Agama dan juga bagian dari mendukung KPK untuk menuntaskan dugaan jual beli jabatan secara cepat dan tuntas," ujarnya.

Sementara itu, Rektor IAIN Kudus Mudzakir ketika dimintai tanggapannya soal tuduhan adanya jual beli jabatan menegaskan tidak pernah membeli jabatan karena tidak memiliki uang serta proses dirinya mengikuti pengisian jabatan Ketua STAIN yang saat ini berubah menjadi IAIN juga sudah dilalui secara legal dan sesuai aturan.

"Kalaupun disebutkan tidak lolos administrasi suksesi Ketua STAIN Kudus, karena panitia lokal saat itu menambah persyaratan yang tidak sesuai Peraturan Menteri Agama Nomor 68/2015," ujarnya.

Setelah melalui banding administrasi Dirjen Kemenag, akhirnya pendaftaran dirinya dikabulkan sehingga terdapat empat kandidat, termasuk M. Saekan Muchith.

"Fathul Mufid yang merupakan Ketua STAIN saat itu juga sudah menyatakan tidak ada masalah," ujarnya.

Terkait tuduhan intimidasi, katanya, tidak benar karena percakapan di grup Whatsapp memang berpendapat atas munculnya pemberitaan di beberapa media seharusnya yang bersangkutan meminta maaf karena selama ini bekerja di IAIN Kudus.

Pemberitaan di media daring tersebut, juga sempat memunculkan kemarahan, menyusul para dosennya sedang semangat-semangatnya mengajukan akreditasi program studi.

Selain itu, tuduhan menggalang dukungan di grup Whatsapp juga dibantah karena Saekan justru ditawari untuk bergabung dan tentunya akan disambut dengan baik karena kerja sama semua dosen sangat dibutuhkan untuk mendapatkan akreditasi sesuai yang diinginkan nantinya.