MPR: Umat Islam ikut selamatkan Pancasila dan NKRI
4 April 2019 16:05 WIB
Arsip Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, menyampaikan ucapan bela sungkawa kepada keluarga korban penembakan jamaah salat Jumat yang terjadi di Christchurch, Selandia Baru, dan mengajak seluruh masyarakat ikut mendoakannya. Foto humas MPR
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai umat Islam mempunyai peran yang sangat luar biasa menyelamatkan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena itu tidak benar tuduhan bahwa umat Islam membahayakan Pancasila dan NKRI.
"Pancasila dan NKRI merupakan dua karya yang tidak lepas dari peran serta umat Islam. Mereka yang menuduh umat Islam membahayakan Pancasila dan membahayakan NKRI, saya sebut sebagai kelompok mualaf Pancasila dan NKRI," kata Hidayat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakan Hidayat dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kerjasama dengan Yayasan Mata Air Bangsa di Aula Masjid As’Syifa RSCM, Jakarta, Rabu (3/4) malam.
Dia menjelaskan, dalam penyelamatan Pancasila, peran dari tokoh umat Islam yaitu KH Wahid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hasan ketika penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kalimat tauhid yang juga akidah umat Islam. Dengan peran mereka akhirnya Pancasila bisa terselamatkan. Indonesia selamat dari perpecahan," ujarnya.
Dalam penyelamatan NKRI, Hidayat mengungkapkan peran tokoh Masyumi, Mohammad Natsir, yang mengembalikan dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui Mosi Integral.
Selain itu, dia juga menyebutkan peran Ketua MPR periode 1999 – 2004, Amien Rais dalam amandemen UUD 1945, amandemen UUD pada 1999-2002 atau ketika masa kepemimpinan Amien Rais, tidak mengubah dua hal paling mendasar, yaitu Pembukaan UUD dan bentuk negara NKRI.
"Ini pun merupakan bentuk penyelamatan Pancasila dan NKRI. Karena itu saya heran ketika ada yang menuduh umat Islam membahayakan Pancasila dan NKRI," katanya.
Dia juga menyoroti adanya anggapan bahwa gerakan 212 membahayakan Pancasila dan NKRI, sehingga dibuat gerakan tandingan 412 padahal ketika aksi 212, rumput saja tidak ada yang dirusak apalagi Pancasila dan NKRI.
Dia menilai kondisi saat ini dibuat seolah-olah meniadakan peran umat Islam dalam sejarah kebangsaan Indonesia dan belakangan ini ada yang mencoba menghadap-hadapkan umat Islam dengan NKRI.
"Padahal, umat Islam berperan menyelamatkan NKRI. Di sisi lain, ada yang mengaku Pancasila tapi perilakunya kemudian justru menginginkan LGBT mendapatkan legitimasi dan legalitas di Indonesia," katanya.
Dia menilai LGBT tidak boleh disahkan di Indonesia karena bertentangan dengan sila pertama Pancasila karena semua agama pasti tidak membolehkan LGBT.
Selain itu Hidayat menyoroti ada pihak yang mengaku Pancasila tapi tidak nyaman dengan "sweeping" buku-buku PKI, malah ada yang minta agar Tap MPRS yang melarang PKI dicabut.
"Bolahkan PKI legal dan hidup kembali di Indonesia? Tidak. Mengapa tidak boleh? Karena bertentangan dengan sila pertama Pancasila," ujarnya.
Karena itu Hidayat yang merupakan politisi PKS itu menegaskan pentingnya untuk tidak melupakan sejarah bangsa atau Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) namun penting Jas Hijau (Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama).
"Pancasila dan NKRI merupakan dua karya yang tidak lepas dari peran serta umat Islam. Mereka yang menuduh umat Islam membahayakan Pancasila dan membahayakan NKRI, saya sebut sebagai kelompok mualaf Pancasila dan NKRI," kata Hidayat dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Hal itu dikatakan Hidayat dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kerjasama dengan Yayasan Mata Air Bangsa di Aula Masjid As’Syifa RSCM, Jakarta, Rabu (3/4) malam.
Dia menjelaskan, dalam penyelamatan Pancasila, peran dari tokoh umat Islam yaitu KH Wahid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hasan ketika penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kalimat tauhid yang juga akidah umat Islam. Dengan peran mereka akhirnya Pancasila bisa terselamatkan. Indonesia selamat dari perpecahan," ujarnya.
Dalam penyelamatan NKRI, Hidayat mengungkapkan peran tokoh Masyumi, Mohammad Natsir, yang mengembalikan dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui Mosi Integral.
Selain itu, dia juga menyebutkan peran Ketua MPR periode 1999 – 2004, Amien Rais dalam amandemen UUD 1945, amandemen UUD pada 1999-2002 atau ketika masa kepemimpinan Amien Rais, tidak mengubah dua hal paling mendasar, yaitu Pembukaan UUD dan bentuk negara NKRI.
"Ini pun merupakan bentuk penyelamatan Pancasila dan NKRI. Karena itu saya heran ketika ada yang menuduh umat Islam membahayakan Pancasila dan NKRI," katanya.
Dia juga menyoroti adanya anggapan bahwa gerakan 212 membahayakan Pancasila dan NKRI, sehingga dibuat gerakan tandingan 412 padahal ketika aksi 212, rumput saja tidak ada yang dirusak apalagi Pancasila dan NKRI.
Dia menilai kondisi saat ini dibuat seolah-olah meniadakan peran umat Islam dalam sejarah kebangsaan Indonesia dan belakangan ini ada yang mencoba menghadap-hadapkan umat Islam dengan NKRI.
"Padahal, umat Islam berperan menyelamatkan NKRI. Di sisi lain, ada yang mengaku Pancasila tapi perilakunya kemudian justru menginginkan LGBT mendapatkan legitimasi dan legalitas di Indonesia," katanya.
Dia menilai LGBT tidak boleh disahkan di Indonesia karena bertentangan dengan sila pertama Pancasila karena semua agama pasti tidak membolehkan LGBT.
Selain itu Hidayat menyoroti ada pihak yang mengaku Pancasila tapi tidak nyaman dengan "sweeping" buku-buku PKI, malah ada yang minta agar Tap MPRS yang melarang PKI dicabut.
"Bolahkan PKI legal dan hidup kembali di Indonesia? Tidak. Mengapa tidak boleh? Karena bertentangan dengan sila pertama Pancasila," ujarnya.
Karena itu Hidayat yang merupakan politisi PKS itu menegaskan pentingnya untuk tidak melupakan sejarah bangsa atau Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) namun penting Jas Hijau (Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama).
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019
Tags: