Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto mengatakan komitmen yang ditunjukkan dua calon presiden dalam debat capres, Sabtu (30/3) malam di Jakarta sangat positif bagi anak-anak di negeri ini.

"Semangat untuk terus menjaga silaturahmi di antara kedua capres menunjukkan betapa perbedaan tak memutuskan rantai persahabatan," kata Santo kepada wartawan di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, kekayaan alam dan budaya suatu bangsa tak akan berarti jika para tokoh politik dan bangsa tidak memiliki komitmen menjaga persatuan dan kebersamaan.

"Ini merupakan spirit dan sekaligus pendididikan politik yang baik bagi anak-anak dalam kerangka berbangsa dan bernegara menuju Indonesia yang lebih baik," kata dia.

Dia mengatakan, kebersamaan, persaudaraan serta saling menghormati harus selalu menjadi komitmen besar para figur publik meski anak-anak Indonesia dalam keragaman, baik agama, suku, bahasa dan budaya.

Ketua KPAI mengatakan debat capres keempat berlangsung dengan hangat dan mencerahkan.

"Kedua capres berkomitmen untuk memberikan penguatan dan internalisasi ideologi Pancasila kepada anak bangsa sejak usia dini hingga jenjang universitas S1, S2 dan S3)," kata dia.

Dia mengatakan hal tersebut merupakan komitmen baik yang perlu diapresiasi. Bangsa yang besar adalah bangsa yang generasinya kokoh dengan ideologi kebangsaannya.

Dua capres, kata dia, telah menunjukkan jiwa dan visi nasionalismenya. Setiap warga memang harus aktif berkontribusi di level internasional, sinergi antarnegara penting terus bangun tapi kedaulatan dan kepentingan bangsa harus menjadi prioritas utama.

"Komitmen positif ini menjadi spirit baik bagi generasi Indonesia yang mengikuti debat capres," kata dia.

Santo mengatakan dalam UU No 23 Tahun 2002 Pasal 19 (b) ditegaskan bahwa setiap anak wajib mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman. Selanjutnya beleid (c) menyebut setiap anak wajib mencintai tanah air, bangsa dan negara.

Dia mengatakan dalam paparan program capres masih perlu dipertajam seperti mengokohkan ideologi kebangsaan bagi anak Indonesia ke depan.

Visi dan langkah besar untuk perlindungan anak dari infiltrasi radikalisme, kata dia, harus terus dinovasikan.

Terlebih, lanjut dia, saat ini pola jaringan radikalisme dan terorisme terus bergeser, tak mudah dideteksi dan seringkali anak menjadi sasaran infiltrasi.

"Ini harus terus kita jaga agar 83 juta anak Indonesia tumbuh kembang dengan baik, memiliki perlindungan diri serta kokoh dalam menghadapi gempuran radikalisme yang semakin mewabah," kata dia.