Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR Charles Honoris mengatakan Prabowo Subianto salah data soal kekuatan TNI ketika tampil dalam debat capres keempat, Sabtu (30/3) malam.

"Pernyataan Prabowo bahwa pertahanan Indonesia rapuh patut dipertanyakan. Sebab, menurut data indeks kekuatan militer yang dirilis Global Firepower (GFP) 2019, kekuatan TNI justru berada di urutan pertama untuk level Asia Tenggara, dan urutan ke-15 untuk dunia," kata Charles di Jakarta, Minggu.

Bahkan, lanjut Charles, masih menurut data tersebut, kekuatan militer Indonesia mengalahkan Israel (urutan 16), yang selama ini dikenal punya militer kuat.

"Jadi, kalau Prabowo marah-marah ke penonton karena mereka dianggap menertawakan pertahanan negara yang rapuh, jangan-jangan penonton sebenarnya sedang menertawakan kesalahan data Prabowo," tukas Charles.

Penonton menertawai Prabowo karena meski dia mantan militer, ternyata tidak mengetahui dengan benar kekuataan TNI saat ini, tambah anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.

"Oleh karena itu, tidak salah jika Jokowi mengatakan 'Pak Prabowo tidak percaya pada TNI kita'. yang mantan TNI justru tidak percaya TNI kuat karena dia mendapatkan data yang salah," kata Charles.

Dari debat capres semalam, lanjut Charles, publik juga menangkap bahwa Jokowi yang sipil ternyata jauh lebih komprehensif dalam memahami pertahanan negara daripada Prabowo.

"Prabowo masih fokus di pertahanan konvensional, bahkan soal teknologi yang bersangkutan merasa tidak masalah jika harus tetap memakai teknologi lama. Sebaliknya, Jokowi sudah bisa memetakan ancaman ke depan seperti perang siber sehingga beliau fokus membangun pertahanan siber negara," ujarnya.

Charles juga menilai pernyataan Prabowo bahwa anggaran pertahanan negara masih terlalu kecil juga telah mengabaikan fakta bahwa alokasi APBN untuk pertahanan negara di era Presiden Jokowi telah jauh meningkat siginifikan.

Pada APBN 2019, anggaran pertahanan Rp108,4 triliun atau naik hampir 80 persen dari era Presiden SBY, yakni Rp86,2 T (APBN 2014).