Debat Capres
Jokowi angkat isu Rakhine State dalam debat dengan Prabowo
30 Maret 2019 23:18 WIB
Capres nomor urut 01 Joko Widodo dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berfoto bersama dengan moderator saat mengikuti debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Debat itu mengangkat tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta (ANTARA) - Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) mengangkat isu Rakhine State dalam debat capres keempat dengan penantangnya, Prabowo Subianto.
Dalam debat capres yang diselenggarakan di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu malam, Jokowi menyebut bahwa konflik yang melibatkan warga Muslim Rohingya di Myanmar telah berlangsung lama dan sulit dicari solusinya.
Dalam hal ini, ia menyampaikan Indonesia bersama negara anggota ASEAN diberi kepercayaan oleh PBB untuk membantu penyelesaian konflik yang kembali meletus di Rakhine State pada 2016 dan mengakibatkan lebih dari 750 ribu warga Rohingya mengungsi ke wilayah perbatasan di Cox’s Bazar, Bangladesh.
“Kita diberi kepercayaan oleh Sekjen PBB António Guterres untuk menjembatani agar ada tim kita (Indonesia) yang bisa masuk ke Rakhine State dan melihat kondisi di sana seperti apa,” kata Jokowi.
Pada September 2017, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menjadi menlu pertama yang bertemu dengan otoritas Myanmar untuk menyampaikan aspirasi dunia agar krisis kemanusiaan di Rakhine State dapat segera diselesaikan.
Dalam pertemuan dengan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, Retno menyampaikan usulan yang disebut Formula 4+1 untuk Rakhine State yang berisi masukan untuk mengembalikan stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State tanpa memandang suku dan agama, serta pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan.
Pada Januari 2018, Jokowi berkunjung ke Cox’s Bazar untuk bertemu dan menyerahkan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi Rohingya yang berada di kamp-kamp pengungsian.
Isu Rakhine State, kata Jokowi, selalu ia kemukakan dalam sejumlah forum ASEAN untuk mendorong kerja sama para negara anggota dalam memberikan bantuan dan mencarikan solusi bagi para Muslim Rohingya yang hingga kini masih hidup di kamp-kamp pengungsian dengan kondisi sangat memprihatinkan.
Kerja sama tersebut terwujud melalui mandat yang diberikan oleh para menlu ASEAN kepada Badan Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan (AHA Centre) untuk membantu proses repatriasi warga Muslim Rohingya secara damai, aman, dan bermartabat.
“Alhamdullilah tekanan kita terhadap pemerintah Myanmar untuk segera menyelesaikan repatriasi (pengungsi Rohingya) dari Cox’s Bazar ke Rakhine State mulai memberikan hasil, tetapi ke depan proses-proses menjembatani seperti inilah yang ingin kita perankan dalam rangka ikut dalam perdamaian dunia,” kata Jokowi.
Peran Indonesia sebagai mediator konflik diapresiasi dan diakui Prabowo Subianto sebagai prestasi politik luar negeri Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi.
Namun, Prabowo berpendapat bahwa posisi Indonesia sebagai mediator konflik perlu didukung dengan kekuatan dalam negeri termasuk pertahanan dan keamanan, serta kemandirian ekonomi.
“Sekali lagi bobot kita (Indonesia) akan selalui dinilai. Kalau kita tidak bisa mengurus rakyat kita sendiri, kalau di Indonesia masih banyak yg lapar dan miskin kok kita mau ngajarin orang lain. Lagipula kalau kita tidak punya kekuatan, paling-paling kita hanya bisa memberi saran dan peringatan,” kata Prabowo.
Baca juga: Menlu RI-Utusan Sekjen PBB bahas perkembangan Rakhine State
Baca juga: Menlu RI sampaikan perkembangan Rakhine State dalam forum perempuan
Dalam debat capres yang diselenggarakan di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu malam, Jokowi menyebut bahwa konflik yang melibatkan warga Muslim Rohingya di Myanmar telah berlangsung lama dan sulit dicari solusinya.
Dalam hal ini, ia menyampaikan Indonesia bersama negara anggota ASEAN diberi kepercayaan oleh PBB untuk membantu penyelesaian konflik yang kembali meletus di Rakhine State pada 2016 dan mengakibatkan lebih dari 750 ribu warga Rohingya mengungsi ke wilayah perbatasan di Cox’s Bazar, Bangladesh.
“Kita diberi kepercayaan oleh Sekjen PBB António Guterres untuk menjembatani agar ada tim kita (Indonesia) yang bisa masuk ke Rakhine State dan melihat kondisi di sana seperti apa,” kata Jokowi.
Pada September 2017, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menjadi menlu pertama yang bertemu dengan otoritas Myanmar untuk menyampaikan aspirasi dunia agar krisis kemanusiaan di Rakhine State dapat segera diselesaikan.
Dalam pertemuan dengan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, Retno menyampaikan usulan yang disebut Formula 4+1 untuk Rakhine State yang berisi masukan untuk mengembalikan stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State tanpa memandang suku dan agama, serta pentingnya segera dibuka akses untuk bantuan kemanusiaan.
Pada Januari 2018, Jokowi berkunjung ke Cox’s Bazar untuk bertemu dan menyerahkan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi Rohingya yang berada di kamp-kamp pengungsian.
Isu Rakhine State, kata Jokowi, selalu ia kemukakan dalam sejumlah forum ASEAN untuk mendorong kerja sama para negara anggota dalam memberikan bantuan dan mencarikan solusi bagi para Muslim Rohingya yang hingga kini masih hidup di kamp-kamp pengungsian dengan kondisi sangat memprihatinkan.
Kerja sama tersebut terwujud melalui mandat yang diberikan oleh para menlu ASEAN kepada Badan Pusat Koordinasi ASEAN untuk Bantuan Kemanusiaan (AHA Centre) untuk membantu proses repatriasi warga Muslim Rohingya secara damai, aman, dan bermartabat.
“Alhamdullilah tekanan kita terhadap pemerintah Myanmar untuk segera menyelesaikan repatriasi (pengungsi Rohingya) dari Cox’s Bazar ke Rakhine State mulai memberikan hasil, tetapi ke depan proses-proses menjembatani seperti inilah yang ingin kita perankan dalam rangka ikut dalam perdamaian dunia,” kata Jokowi.
Peran Indonesia sebagai mediator konflik diapresiasi dan diakui Prabowo Subianto sebagai prestasi politik luar negeri Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi.
Namun, Prabowo berpendapat bahwa posisi Indonesia sebagai mediator konflik perlu didukung dengan kekuatan dalam negeri termasuk pertahanan dan keamanan, serta kemandirian ekonomi.
“Sekali lagi bobot kita (Indonesia) akan selalui dinilai. Kalau kita tidak bisa mengurus rakyat kita sendiri, kalau di Indonesia masih banyak yg lapar dan miskin kok kita mau ngajarin orang lain. Lagipula kalau kita tidak punya kekuatan, paling-paling kita hanya bisa memberi saran dan peringatan,” kata Prabowo.
Baca juga: Menlu RI-Utusan Sekjen PBB bahas perkembangan Rakhine State
Baca juga: Menlu RI sampaikan perkembangan Rakhine State dalam forum perempuan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2019
Tags: