Jakarta (ANTARA) - Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo, menegaskan, diplomasi Indonesia harus memprioritaskan kepentingan nasional.

“Yang namanya diplomasi ke luar negeri memang kepentingan nasional harus dinomorsatukan,” kata Jokowi, dalam debat keempat calon presiden, di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu malam.

Kepentingan pertama yang harus diperjuangkan oleh para diplomat Indonesia, menurut Jokowi, adalah perlindungan WNI di luar negeri.

Perlindungan WNI merupakan salah satu dari empat prioritas politik luar negeri Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi.

Selama empat tahun sejak Jokowi menjabat sebagai presiden pada 2014, tercatat 70.503 kasus WNI telah diselesaikan, 278 WNI telah dibebaskan dari ancaman hukuman mati, 181.942 WNI/TKI bermasalah (termasuk overstayers) telah direpatriasi, serta 16.432 WNI telah dievakuasi dari daerah perang, konflik politik, dan bencana alam di seluruh dunia.

Selanjutnya, Kementerian Luar Negeri juga mencatat 37 WNI yang disandera di Filipina dan Somalia telah dibebaskan dan lebih dari Rp574 miliar, hak finansial WNI/TKI di luar negeri berhasil dikembalikan.

Di samping perlindungan WNI, Jokowi juga memprioritaskan diplomasi untuk peningkatan kerja sama ekonomi.

Diplomasi untuk sejumlah perjanjian perdagangan dan investasi seperti PTA, FTA, dan CEPA, menurut dia, menunjukkan kemajuan signifikan.

“Kita melihat bahwa di situ hal-hal yang berkaitan dengan tarif maupun non-tarif bisa dibicarakan apabila para diplomat kita memiliki keterampilan bernegodiasi dengan negara-negara lain,” kata Jokowi.

Negosiasi CEPA Indonesia dengan EFTA yang sudah berlangsung lebih delapan tahun akhirnya dapat diselesaikan. Negosiasi CEPA dengan Australia juga sudah telah selesai, sedangkan Indonesia-Chile CEPA sudah ditandatangani.

Untuk pertama kalinya, Indonesia juga melakukan negosiasi PTA dengan negara Afrika yaitu dengan Mozambik dan Tunisia.