Makassar (ANTARA) - Pengamat politik serta akademisi di Makassar menilai jika kenegarawanan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang telah malang melintang sejak masa orde baru hingga saat ini belum bisa ditandingi dan bahkan didekati oleh tokoh-tokoh dari Sulawesi Selatan.

"Untuk bisa mencapai level kenegarawanan seperti Pak Jusuf Kalla itu belum ada karena rekam jejak yang panjang juga menjadi faktor penentu dalam levelnya saat ini," ujar akademisi Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Dr Firdaus Muhammad di Makassar, Sabtu.

Ia mengatakan sosok Jusuf Kalla mulai dibentuk karakternya saat masih remaja dengan bergabung dalam aktivis pergerakan dan dilanjutkan saat menjadi mahasiswa.

Dia menyatakan karakter Jusuf Kalla semakin terasah ketika bergabung dalam pergerakan mahasiswa khususnya menjadi bagian dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Tetapi sebelum mengasah karakter kepemimpinan itu di bangku sekolah dan perguruan tinggi, JK sudah dekat dengan karakter kepemimpinan dan kecendekiawanan dalam lingkup keluarganya.

"Banyak yang dilewati oleh Pak JK untuk sampai di sini. Pak JK juga punya riwayat sebagai pengusaha, aktivis islam dan hingga saat ini di Dewan Masjid Indonesia (DMI). Begitu juga dengan keluarganya," katanya.

Hal serupa diungkapan akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas) Dr Aswar Hasan yang menyatakan jika Jusuf Kalla adalah satu dari tiga tokoh Sulsel yang menjadi tokoh karunia zaman.

"Untuk kita di suku Bugis-Makassar, ada tiga tokoh karunia zaman, pertama Andi Pangerang Pettarani yang merupakan bangsawan bugis terdidik di zamannya dan kemudian Jenderal Yusuf pada masa orde baru serta Jusuf Kalla," katanya.

Menurut dia, Jusuf Kalla dengan sosoknya yang sekarang mendampingi dua presiden berbeda bisa diterima semua kalangan politik karena memiliki rekam jejak yang panjang, tentunya dengan ideologi politik perdamaiannya.

Namun hingga di usianya yang sudah senja, banyak kekhawatiran akan sosok dari Sulsel yang akan menggantikan ketokohan Jusuf Kalla di kancah nasional.

Sejumlah nama-nama atau tokoh muncul dan bahkan dipersiapkan oleh Jusuf Kalla, tetapi tidak ada satupun yang mampu menjaga probabilitas ketokohan tersebut hingga akhirnya terpinggirkan oleh waktu.

Direktur Eksekutif Jenggala Center Dr Syamsuddin Radjab mengatakan secara psikologi pada level nasional juga menjadi perbincangan mengenai siapa sosok pengganti Jusuf Kalla.

Menurut dia, tokoh itu lahir karena ketokohannya yang didapat dari masyarakat atau rakyat bukan karena kekuasaan. Beberapa nama juga muncul dengan tiba-tiba dan ingin mensejajarkan diri dengan JK tetapi, ketokohan yang didapat bukan atas pengakuan dari masyarakat melainkan dari otoritas negara.

"Tokoh yang ditokohkan oleh masyarakat itu berbeda dengan tokoh yang karena dia seorang pejabat. Otoritasnya berbeda, ada yang didapat dari pengakuan rakyat ada juga yang didapat karena dia adalah pejabat negara. Yang pasti, ketokohan itu buka karena tokoh yang di tokohkan," ucapnya.