Yogyakarta (ANTARA) - Okupansi atau tingkat hunian hotel berbintang di Daerah Istimewa Yogyakarta selama kuartal I Tahun 2019 masih rendah dengan capaian rata-rata 55-60 persen, yang didorong kenaikan tarif maskapai penerbangan.
"Sejak Januari sampai Maret 2019 tingkat hunian hampir seluruh hotal di DIY tidak terlalu menggembirakan," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Istijab M Danunagoro di Yogyakarta, Jumat.
Menurut Istijab, rata-rata capaian tingkat hunian hotel berbintang saat ini pada rentang 55-60 persen. Khusus untuk hotel berbintang di ring satu atau pusat Kota Yogyakarta bisa mencapai di atas 60 persen. "Tetapi yang hotel bintang satu justru lebih rendah dengan okupansi 40 persen," kata dia.
Selain disebabkan musim sepi pengunjung (low season), menurut dia, rendahnya okupansi itu juga ikut dipengaruhi oleh kenaikan tarif maskapai penerbangan yang menambah beban biaya wisatawan mengunjungi Yogyakarta. "Selain itu aktivitas 'MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition)' di Yogyakarta juga masih rendah," kata dia.
Penyelenggaraan event "Jogja Heboh" selama Februaru, kata dia, juga tidak terlalu berdampak pada peningkatan kunjungan wisata di Yogyakara karena sebagian besar justru hanya dinikmati oleh warga Yogyakarta sendiri.
"Yang menikmati orang-orang Yogyakarta sendiri, yang luar Yogyakarta masih kurang karena mungkin promosi 'Jogja Heboh' ke luar tidak terlalu gencar," kata Istijab.
Harga tiket mahal, picu okupansi hotel di Yogyakarta tetap rendah
29 Maret 2019 20:59 WIB
Salah satu kamar di Hotel Grand Inna Malioboro, Yogyakarta. (Foto Antara/Luqman Hakim)
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019
Tags: