Pemilih ODGJ akan tersortir dengan sendirinya saat pemilu
29 Maret 2019 18:45 WIB
Petugas KPPS membantu seorang penyandang disabilitas Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) membuka surat suara di bilik suara saat simulasi pemilu bagi ODGJ di Blitar, Jawa Timur, Rabu (19/12/2018). Simulasi tersebut bertujuan untuk membantu ODGJ dalam menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2019. (ANTARA FOTO/Irfan Anshori/kye)
Jakarta (ANTARA) - Pemilih yang memiliki gangguan jiwa atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) diyakini akan tersortir dengan sendirinya mana yang memiliki kemampuan untuk memilih ataupun yang tidak berkapasitas untuk melakukan pencoblosan pada pemilu mendatang.
Dokter spesialis kesehatan jiwa dr Nova Riyanti Yusuf Sp.KJ saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menerangkan bahwa ODGJ yang sudah tertangani dan menjalani perawatan dengan baik akan berada dalam kondisi stabil dan mampu untuk mengikuti pesta demokrasi pada 17 April mendatang.
Pasien gangguan jiwa yang sudah mendapatkan penanganan dari psikiater akan diberikan penilaian dari dokter bahwa ODGJ tersebut dalam kondisi yang baik.
"Artinya dalam kondisi stabil, kemudian bisa menjalankan fungsi keseharian, misalnya bisa merawat diri, dia tahu kapan minum obat, dia tahu kapan makan," kata Riyanti.
Sementara pasien gangguan jiwa yang dalam kategori akut, lanjut dia, dengan sendirinya tidak akan datang ke TPS dan tidak memilih.
Oleh karena itu Riyanti meyakini pemilih ODGJ yang dalam kondisi baik akan bisa menggunakan hak pilihnya sementara yang dalam keadaan tidak stabil dengan sendirinya tidak akan menggunakan hak pilih tersebut.
Penyakit gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan neurotik seperti depresi dan psikotik misalnya skizofernia. Pasien gangguan jiwa psikotik disebutkan tidak bisa membedakan antara realita dan fantasinya.
Namun Riyanti menerangkan gangguan jiwa yang sifatnya neurotik apabila dalam taraf yang sudah sangat berat, seperti depresi berat juga tidak akan memiliki keinginan untuk keluar rumah apalagi untuk mencoblos di TPS.
Dia mengatakan agar tidak perlu khawatir atau meragukan tentang pemilih ODGJ yang akan mencoblos pada pemilu 2019 karena tetap dalam kesadaran penuh saat memilih.
Baca juga: Irasionalitas pemilih ODGJ harus ditepis
Baca juga: ODGJ harus diberi pendidikan dan kesempatan memilih dalam pemilu
Dokter spesialis kesehatan jiwa dr Nova Riyanti Yusuf Sp.KJ saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menerangkan bahwa ODGJ yang sudah tertangani dan menjalani perawatan dengan baik akan berada dalam kondisi stabil dan mampu untuk mengikuti pesta demokrasi pada 17 April mendatang.
Pasien gangguan jiwa yang sudah mendapatkan penanganan dari psikiater akan diberikan penilaian dari dokter bahwa ODGJ tersebut dalam kondisi yang baik.
"Artinya dalam kondisi stabil, kemudian bisa menjalankan fungsi keseharian, misalnya bisa merawat diri, dia tahu kapan minum obat, dia tahu kapan makan," kata Riyanti.
Sementara pasien gangguan jiwa yang dalam kategori akut, lanjut dia, dengan sendirinya tidak akan datang ke TPS dan tidak memilih.
Oleh karena itu Riyanti meyakini pemilih ODGJ yang dalam kondisi baik akan bisa menggunakan hak pilihnya sementara yang dalam keadaan tidak stabil dengan sendirinya tidak akan menggunakan hak pilih tersebut.
Penyakit gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan neurotik seperti depresi dan psikotik misalnya skizofernia. Pasien gangguan jiwa psikotik disebutkan tidak bisa membedakan antara realita dan fantasinya.
Namun Riyanti menerangkan gangguan jiwa yang sifatnya neurotik apabila dalam taraf yang sudah sangat berat, seperti depresi berat juga tidak akan memiliki keinginan untuk keluar rumah apalagi untuk mencoblos di TPS.
Dia mengatakan agar tidak perlu khawatir atau meragukan tentang pemilih ODGJ yang akan mencoblos pada pemilu 2019 karena tetap dalam kesadaran penuh saat memilih.
Baca juga: Irasionalitas pemilih ODGJ harus ditepis
Baca juga: ODGJ harus diberi pendidikan dan kesempatan memilih dalam pemilu
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019
Tags: