MPR ingatkan jangan hilangkan jasa ulama selamatkan Pancasila
28 Maret 2019 20:42 WIB
Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid (kiri), memberikan materi dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR, di Yayasan Munashoroh di Ruang Pola Kantor Walikota Jakarta Selatan, Kamis. (Biro Humas dan Pemberitaan MPR)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, menilai masyarakat jangan melupakan jasa dan peran ulama dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Ia mengatakan, jejak dan peran ulama serta habib itu bisa dilihat dari upaya menyelamatkan Pancasila, NKRI, penciptaan lagu, bendera Merah Putih, dan lambang negara, Garuda Pancasila.
"Karena itu saya ingin mengatakan, tidak hanya penting Jas Merah yaitu Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, tapi penting pula Jas Hijau, yaitu Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama," kata Hidayat, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.
Hal itu dia katakan dalam sosialisasi Empat Pilar MPR, di Yayasan Munashoroh, di Ruang Pola Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Kamis.
Ia mengungkapkan, peran para ulama dan habib-habaib dalam perjuangan Indonesia misalnya lagu mars Hari Merdeka dan himne Syukur yang diciptakan seorang ulama dan habib yaitu H Mutahar yang nama lengkapnya adalah Habib Muhammad Bin Husein Al-Mutahar.
Kedua lagu itu menurut dia memperlihatkan hubungan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, misalnya lagu Syukur yang diciptakan pada 1946 dimaksudkan agar umat Islam mensyukuri karunia Allah yang luar biasa.
"Kedua lagu yang diciptakan Habib Mutahar dalam rangka mensikapi negara Indonesia," ujarnya.
Contoh lain, menurut dia, usul warna bendera nasional, Merah-Putih, salah satu yang mengusulkan warna bendera Indonesia adalah seorang habib, yaitu Habib Sayid Idrus Salim Al Jufri.
Nama pahlawan nasional ini menjadi nama Bandara Internasional di Palu, Sulawesi Tengah dan Habib Sayid Idrus Salim Al Jufri adalah kakek dari Habib Salim Segaf Al Jufri, mantan menteri sosial dan duta besar Indonesia untuk Saudi Arabia.
"Habib Sayid Idrus Salim Al Jufri bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad. Dalam mimpi itu dikatakan jika Indonesia merdeka, benderanya Merah-Putih, mimpi itu disampaikan kepada Bung Karno," katanya.
Hidayat juga menceritakan lambang Garuda Pancasila juga diciptakan seorang habib yang juga sultan dari Istana Kadriyah, Kesultanan Pontianak, yaitu Al Habib Syarif Abdul Hamid Alkadrie III.
Ketika itu Bung Karno membuat sayembara tentang lambang negara dan Habib Syarif Abdul Hamid Alkadrie III memenangkan sayembara itu.
"Dari semua itu bisa disimpulkan bahwa para habib dan ulama memperjuangkan Indonesia dengan cara menciptakan lagu, bendera, dan lambang negara," ujarnya.
Namun menurut dia, saat ini terkadang ke-Islaman kita seolah-olah ada penyekat dengan Indonesia dan banyak orang yang tidak tahu bahwa Indonesia adalah juga warisan perjuangan para habib.
Karena itu dia mengingatkan agar jangan hanya ada Jas Merah atau Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah padahal para ulama berperan membuat sejarah dengan luar biasa.
"Karena itu saya mengatakan tidak hanya penting Jas Merah, tapi penting pula Jas Hijau, yaitu Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama," katanya.
Hidayat melanjutkan para ulama juga berperan besar dalam menyelamatkan Pancasila dan NKRI misalnya ketika Indonesia dipecah menjadi 16 negara bagian atau serikat (Republik Indonesia Serikat).
Menurut dia, Indonesia kembali menjadi NKRI dari RIS atas peran Ketua Fraksi Partai Masjumi di DPR RIS M. Natsir dengan Mosi Integral.
Selain itu Hidayat mengatakan, penyelamatan Pancasila terlihat dari penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan yang Maha Esa, Empat tokoh umat Islam, yaitu KH Wahid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Mr. Teuku Mohammad Hasan.
"Ketuhanan Yang Maha Esa adalah akidah atau tauhid. Akhirnya semuanya bisa menerima, Indonesia selamat dari perpecahan," ujarnya.
Ia mengatakan, jejak dan peran ulama serta habib itu bisa dilihat dari upaya menyelamatkan Pancasila, NKRI, penciptaan lagu, bendera Merah Putih, dan lambang negara, Garuda Pancasila.
"Karena itu saya ingin mengatakan, tidak hanya penting Jas Merah yaitu Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah, tapi penting pula Jas Hijau, yaitu Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama," kata Hidayat, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.
Hal itu dia katakan dalam sosialisasi Empat Pilar MPR, di Yayasan Munashoroh, di Ruang Pola Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, Kamis.
Ia mengungkapkan, peran para ulama dan habib-habaib dalam perjuangan Indonesia misalnya lagu mars Hari Merdeka dan himne Syukur yang diciptakan seorang ulama dan habib yaitu H Mutahar yang nama lengkapnya adalah Habib Muhammad Bin Husein Al-Mutahar.
Kedua lagu itu menurut dia memperlihatkan hubungan ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, misalnya lagu Syukur yang diciptakan pada 1946 dimaksudkan agar umat Islam mensyukuri karunia Allah yang luar biasa.
"Kedua lagu yang diciptakan Habib Mutahar dalam rangka mensikapi negara Indonesia," ujarnya.
Contoh lain, menurut dia, usul warna bendera nasional, Merah-Putih, salah satu yang mengusulkan warna bendera Indonesia adalah seorang habib, yaitu Habib Sayid Idrus Salim Al Jufri.
Nama pahlawan nasional ini menjadi nama Bandara Internasional di Palu, Sulawesi Tengah dan Habib Sayid Idrus Salim Al Jufri adalah kakek dari Habib Salim Segaf Al Jufri, mantan menteri sosial dan duta besar Indonesia untuk Saudi Arabia.
"Habib Sayid Idrus Salim Al Jufri bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad. Dalam mimpi itu dikatakan jika Indonesia merdeka, benderanya Merah-Putih, mimpi itu disampaikan kepada Bung Karno," katanya.
Hidayat juga menceritakan lambang Garuda Pancasila juga diciptakan seorang habib yang juga sultan dari Istana Kadriyah, Kesultanan Pontianak, yaitu Al Habib Syarif Abdul Hamid Alkadrie III.
Ketika itu Bung Karno membuat sayembara tentang lambang negara dan Habib Syarif Abdul Hamid Alkadrie III memenangkan sayembara itu.
"Dari semua itu bisa disimpulkan bahwa para habib dan ulama memperjuangkan Indonesia dengan cara menciptakan lagu, bendera, dan lambang negara," ujarnya.
Namun menurut dia, saat ini terkadang ke-Islaman kita seolah-olah ada penyekat dengan Indonesia dan banyak orang yang tidak tahu bahwa Indonesia adalah juga warisan perjuangan para habib.
Karena itu dia mengingatkan agar jangan hanya ada Jas Merah atau Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah padahal para ulama berperan membuat sejarah dengan luar biasa.
"Karena itu saya mengatakan tidak hanya penting Jas Merah, tapi penting pula Jas Hijau, yaitu Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama," katanya.
Hidayat melanjutkan para ulama juga berperan besar dalam menyelamatkan Pancasila dan NKRI misalnya ketika Indonesia dipecah menjadi 16 negara bagian atau serikat (Republik Indonesia Serikat).
Menurut dia, Indonesia kembali menjadi NKRI dari RIS atas peran Ketua Fraksi Partai Masjumi di DPR RIS M. Natsir dengan Mosi Integral.
Selain itu Hidayat mengatakan, penyelamatan Pancasila terlihat dari penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi Ketuhanan yang Maha Esa, Empat tokoh umat Islam, yaitu KH Wahid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, Mr. Teuku Mohammad Hasan.
"Ketuhanan Yang Maha Esa adalah akidah atau tauhid. Akhirnya semuanya bisa menerima, Indonesia selamat dari perpecahan," ujarnya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019
Tags: