Lestarikan budaya, dialek lokal digalakkan di Pekalongan, Jateng
27 Maret 2019 22:26 WIB
Wali Kota Pekalongan, Jateng, Saelany Machfudz bersama Sekretaris Dazerah Sri Wahyuni memaparkan rangkaian kegiatan Hari Ulang Tahun ke-113 Kota Pekalongan, Rabu (27/3/2019). (FOTO ANTARA/ Kutnadi)
Pekalongan (ANTARA) - Pemerintah Kota Pekalongan, Jawa Tengah, ingin menggalakkan penggunaan dialek lokal sebagai upaya melestarikan budaya asli daerah setempat yang kini mulai tergerus dengan budaya asing.
Wali Kota Pekalongan, Saelany Machfudz di Pekalongan, Rabu, mengatakan bahwa melalui rangkaian Hari Ulang Tahun ke-113 Kota Pekalongan, pemkot menyelenggarakan lomba menulis anekdot dialek lokal.
"Lomba menulis anekdot ini sebagai langkah membangkitkan kembali dialek Pekalongan agar tidak terhapus oleh perkembangan zaman," katanya.
Ia menceritakan dirinya saat masa kecilnya yang sangat erat dengan budaya dan bahasa khas Pekalongan seperti sakpore (hebat) dan po’o yang artinya hanya atau saja.
Kendati demikian, kata dia, ciri atau khas dialek daerah ini, kini hampir tidak terdengar lagi karena tergerus dengan bahasa prokem akibat perkembangan zaman dengan teknologi informasi yang makin maju.
"Terus terang saya sangat merindukan penggunaan dialek Pekalongan karena kini hampir tidak terdengar lagi dalam percakapan di masyarakat maupun di pemkot," katanya.
Menurut dia, dialek Pekalongan termasuk dialek bahasa Jawa yang sederhana namun komunikatif.
"Meski ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya karena terkesan maknanya kasar. Memang terkesan kasar tetapi dialek bagian dari budaya yang harus dilestarikan penggunaannya," katanya.
Pemerhati Kebudayaan Pekalongan Zainal Muhibin mengaku ingin mengangkat kembali dialek asli Pekalongan yang kini sudah mulai dilupakan.
"Saya dan rekan pemerhati kebudayaan lainnya ingin melestarikan dan melindungi kebudayaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Oleh karena, kami mengajak masyarakat mulai memanfaatkan dialek Pekalongan untuk sarana berkomunikasi," katanya.
Baca juga: Pekalongan daftarkan bangunan cagar budaya pada UNESCO
Baca juga: Karnaval Budaya Batik Pekalongan diikuti 104 peserta
Baca juga: Pekalongan kesulitan rawat benda cagar budaya
Wali Kota Pekalongan, Saelany Machfudz di Pekalongan, Rabu, mengatakan bahwa melalui rangkaian Hari Ulang Tahun ke-113 Kota Pekalongan, pemkot menyelenggarakan lomba menulis anekdot dialek lokal.
"Lomba menulis anekdot ini sebagai langkah membangkitkan kembali dialek Pekalongan agar tidak terhapus oleh perkembangan zaman," katanya.
Ia menceritakan dirinya saat masa kecilnya yang sangat erat dengan budaya dan bahasa khas Pekalongan seperti sakpore (hebat) dan po’o yang artinya hanya atau saja.
Kendati demikian, kata dia, ciri atau khas dialek daerah ini, kini hampir tidak terdengar lagi karena tergerus dengan bahasa prokem akibat perkembangan zaman dengan teknologi informasi yang makin maju.
"Terus terang saya sangat merindukan penggunaan dialek Pekalongan karena kini hampir tidak terdengar lagi dalam percakapan di masyarakat maupun di pemkot," katanya.
Menurut dia, dialek Pekalongan termasuk dialek bahasa Jawa yang sederhana namun komunikatif.
"Meski ada di Jawa Tengah, dialek Pekalongan berbeda dengan daerah pesisir Jawa lainnya karena terkesan maknanya kasar. Memang terkesan kasar tetapi dialek bagian dari budaya yang harus dilestarikan penggunaannya," katanya.
Pemerhati Kebudayaan Pekalongan Zainal Muhibin mengaku ingin mengangkat kembali dialek asli Pekalongan yang kini sudah mulai dilupakan.
"Saya dan rekan pemerhati kebudayaan lainnya ingin melestarikan dan melindungi kebudayaan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Oleh karena, kami mengajak masyarakat mulai memanfaatkan dialek Pekalongan untuk sarana berkomunikasi," katanya.
Baca juga: Pekalongan daftarkan bangunan cagar budaya pada UNESCO
Baca juga: Karnaval Budaya Batik Pekalongan diikuti 104 peserta
Baca juga: Pekalongan kesulitan rawat benda cagar budaya
Pewarta: Kutnadi
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019
Tags: