Bandung (ANTARA) - Sebanyak 10 gubernur yang tergabung dalam Forum Kerja Sama Daerah Mitra Praja Utama (FKD-MPU) berkomitmen mencari pola kerja yang lebih taktis terkait kebencanaan, salah satunya akan menghasilkan cetak biru kesiapan kebencanaan.

Kerja sama tersebut dibahas dalam Rapat Kerja Gubernur Forum Kerja Sama Daerah Mitra Praja Utama XIX 2019 yang digelar di Kota Bandung, Selasa (26/3) malam.

"Kami punya renungan antargubernur yaitu berkomitmen untuk mencari pola-pola kerja sama yang lebih taktis tentang pola kebencanaan," kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Emil.

Kesepuluh gubernur anggota FKD-MPU tersebut yaitu Gubernur Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Adapun tema yang diambil dalam Rakergub adalah "Kerja Sama Daerah dalam Rangka Peningkatan Kesiapsiagaan Daerah Guna Menghadapi Ancaman Bencana."

Menurut Emil, tema tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa sepanjang 2018 hingga triwulan pertama tahun 2019, lebih dari lima bencana alam besar menimpa Indonesia.

"Sejumlah kejadian gempa bumi, tsunami, gunung meletus, likuifaksi, banjir bandang, kebakaran dan longsor terjadi secara beruntun dan menelan banyak korban," katanya.

Beberapa bencana besar tersebut juga terjadi di enam provinsi anggota FKD-MPU, yakni NTB, DIY, Jabar, Jateng, Banten dan Lampung. Untuk itu, Jabar selaku tuan rumah Rakergub FKD-MPU XIX 2019 menawarkan konsep kerja sama untuk dibahas dalam Rakergub tersebut.

"Ini demi meningkatkan kapasitas pemda dan komponen masyarakat dalam mitigasi bencana serta membangun budaya masyarakat tangguh bencana," kata Emil.

Ia menuturkan, Jabar memiliki intensitas kejadian bencana yang sangat tinggi.

Pemprov Jabar saat ini sedang menyusun cetak biru Jabar Resilience Culture Province (JRCP) yang merupakan perpaduan kearifan lokal dan teknologi pada lima komponen utama.

Kelima komponen utama itu ialah indeks ketagguhan (resilience indec), komponen masyarakat tangguh (resilience citizen), komponen pusat-pusat ketagguhan (resilience center), komponen perpaduan ilmu pengetahuan teknologi (resilience knowledge) dan komponen pembiayaan tangguh (resilience financing).

"Bencana adalah urusan bersama dan kerja sama daerah bisa jadi sarana mengoptimalkan penanggulangan bencana," tutur Emil.

Rakergub yang digelar selama dua hari tersebut dibuka langsung oleh Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo.

Dalam amanatnya, Mendagri menuturkan, begitu ada bencana alam, pemerintah daerah diminta jangan terpaku pada administrasi maupun pertanggung jawaban.

Ia mengingatkan bahwa pemda harus menganggarkan sekecil apapun kemampuan daerah. Minimal dana tersebut bisa digunakan untuk keperluan beras atau pengobatan.

"Jangan sedikit-sedikit satu miliar, dua miliar menunggu dari pusat. Setidaknya jangan menunggu pusat dulu karena walau bagaimanapun manusianya harus ditolong dulu karena itu anggaran daerah harus siap. Baru setelah bencananya besar mengeluarkan anggaran darurat, sehingga anggaran dari pusat terpenuhi. Saya kira BPK pun memahami ketika pertanggung jawaban," kata dia.