Nuklir bukan solusi terbaik sumber energi, sebut anggota DEN
26 Maret 2019 17:13 WIB
Energi terbarukan ---Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, pakar geologi Surono dan Direktur Aneka Industri Harris Yahya membahas perlunya pengembangan energi terbarukan, di luar nuklir.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi mengatakan nuklir saat ini bukan solusi terbaik untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat melainkan matahari sebagai sumber energi terbesar yang dimiliki Indonesia .
“Namun kendala yang dihadapi saat ini adalah biaya dan teknologi. Karena Indonesia beriklim tropis dan matahari sebagai sumber energi yang mampu memberikan panas dan sinarnya selama 12 jam lebih, maka Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTM) yang jauh lebih cocok bagi Indonesia,” kata Rinaldy seperti dikutip dalam siaran persnya ketika ia berbicara dalam Seminar Nasional “Pengelolaan Sumber Daya Energi yang Berkelanjutan untuk Ketahanan di Jakarta, Selasa.
Seminar tersebut juga menghadirkan, mantan Menteri ESDM dan Menhan Purnomo Yusgiantoro, dan pakar geologi Surono, dan Direktur Aneka Industri Haris Yahya.
Ia menambahkan, lampu-lampu hemat energi berasal dari sel matahati (solar cell) sudah banyak dijual di pasaran dan harganya pun sudah jauh menurun. “Dahulu lampu solar cell itu harganya ratusan ribu sekarang cuma Rp60.00 saja,” lanjutnya.
Sangat diharapkan, sebutnya pemerintah untuk mempercepat penggunaan teknologi solar sebagai pemasok kebutuhan energi listrik di perumahan, sebab kini teknologi yang mengandalkan matahari sudah jauh lebih murah dan bisa diterapkan.
Sementara itu, mantan Menteri ESDM dan Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pada periode 2030 hingga 2040 pemakaian energi fosil masih sangat dominan dan hal ini mengakibatkan tingkat ketergantungan terhadap energi fosil makin tinggi.
Untuk Indonesia, sambung Purnomo, sumber energi berasal dari letak geografis, demografi dan modal dinamik. “Faktor-faktor yang dapat memengaruhi ketahanan nasional dan secara langsung akan mempengaruhi ketahanan energi nasional karena ketahanan nasional tidak akan bekerja bila ketahanan energi tidak benar dikelola.” jelasnya.
Hal senada dikemukakan oleh pakar geologi Surono yang mengungkapkan 40 persen panas bumi ada di Indonesia jadi potensi penggunaan sumber energi ini yang terbesar dan harus dimanfaatkan dengan maksimal.
Tatanan geologi di Indonesia, tambahnya terhimpit diantara tiga lempeng tektonik, yang membuat Indonesia rawan gempa bumi, dan rawan akan gunung meletus. Indonesia memiliki gunung terbanyak di dunia, dan memiliki energi panas bumi terbanyak di dunia, namun tidak ada yang mau mengembangkan karena lamanya riset yang dibutuhkan.
“Jadi faktor geologi juga harus dipertimbangkan untuk menggunakan nuklir sebagai energi alternatif, karena sangat riskan. Terutama karena banyak gempa dan gunung berapi di wilayah Indonesia,” lanjutnya.
“Namun kendala yang dihadapi saat ini adalah biaya dan teknologi. Karena Indonesia beriklim tropis dan matahari sebagai sumber energi yang mampu memberikan panas dan sinarnya selama 12 jam lebih, maka Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTM) yang jauh lebih cocok bagi Indonesia,” kata Rinaldy seperti dikutip dalam siaran persnya ketika ia berbicara dalam Seminar Nasional “Pengelolaan Sumber Daya Energi yang Berkelanjutan untuk Ketahanan di Jakarta, Selasa.
Seminar tersebut juga menghadirkan, mantan Menteri ESDM dan Menhan Purnomo Yusgiantoro, dan pakar geologi Surono, dan Direktur Aneka Industri Haris Yahya.
Ia menambahkan, lampu-lampu hemat energi berasal dari sel matahati (solar cell) sudah banyak dijual di pasaran dan harganya pun sudah jauh menurun. “Dahulu lampu solar cell itu harganya ratusan ribu sekarang cuma Rp60.00 saja,” lanjutnya.
Sangat diharapkan, sebutnya pemerintah untuk mempercepat penggunaan teknologi solar sebagai pemasok kebutuhan energi listrik di perumahan, sebab kini teknologi yang mengandalkan matahari sudah jauh lebih murah dan bisa diterapkan.
Sementara itu, mantan Menteri ESDM dan Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pada periode 2030 hingga 2040 pemakaian energi fosil masih sangat dominan dan hal ini mengakibatkan tingkat ketergantungan terhadap energi fosil makin tinggi.
Untuk Indonesia, sambung Purnomo, sumber energi berasal dari letak geografis, demografi dan modal dinamik. “Faktor-faktor yang dapat memengaruhi ketahanan nasional dan secara langsung akan mempengaruhi ketahanan energi nasional karena ketahanan nasional tidak akan bekerja bila ketahanan energi tidak benar dikelola.” jelasnya.
Hal senada dikemukakan oleh pakar geologi Surono yang mengungkapkan 40 persen panas bumi ada di Indonesia jadi potensi penggunaan sumber energi ini yang terbesar dan harus dimanfaatkan dengan maksimal.
Tatanan geologi di Indonesia, tambahnya terhimpit diantara tiga lempeng tektonik, yang membuat Indonesia rawan gempa bumi, dan rawan akan gunung meletus. Indonesia memiliki gunung terbanyak di dunia, dan memiliki energi panas bumi terbanyak di dunia, namun tidak ada yang mau mengembangkan karena lamanya riset yang dibutuhkan.
“Jadi faktor geologi juga harus dipertimbangkan untuk menggunakan nuklir sebagai energi alternatif, karena sangat riskan. Terutama karena banyak gempa dan gunung berapi di wilayah Indonesia,” lanjutnya.
Pewarta: Zita Meirina
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019
Tags: