Jayapura (ANTARA) - Perwakilan PT Freeport Indonesia (PTFI) mengunjungi para wartawan dan keluarga yang terdampak banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.

Manajer Corporate Communication (Corcom) PTFI, Kerry Yarangga di Sentani, Kabupaten Jayapura, Selasa mengatakan silahturahim itu dilakukan sejak Senin (25/3) dengan mendatangi keluarga Marcel Benhur Kellen, pemilik Koran Harian Pagi Wone, salah satu media cetak lokal yang banyak beredar di wilayah Pegunungan Tengah Papua, berkedudukan di Kota Jayapura.

"Saat saya ke rumah Marcel di Sentani, langsung disambutnya bersama Yulinda, istrinya dan ketiga anak yang masih kecil yakni Marlin, Imanuel dan Marcelo. Saya terharu melihat mereka, katanya.

Kerry mengaku langsung bisa merasakan persoalan yang dialami oleh Marcel dan keluarga yang hanya meninggalkan rumah di kompleks BTN Gajah Mada, Kelurahan Dobonsolo, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura dengan pakaian di badan dan sejumlah barang berharga lainnya.

“Pimpinan PT Freeport Indonesia bersama seluruh karyawan ikut merasakan derita yang sedang dialami masyarakat Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura yang dilanda bencana alam banjir bandang, tidak ketinggalan rekan-rekan wartawan dan keluarga yang ikut mengalami penderitaan akibat hempasan arus banjir berlumpur yang melanda wilayah ini,” kata Kerry.

Para wartawan, kata Kerry, hampir setiap hari bertemu dan ditemui oleh pimpinan serta karyawan PTFI terutama untuk berbagai infromasi yang terkait dengan operasi perusahaan tambang mineral tembaga, perak dan emas di wilayah Kabupaten Mimika.

Kunjungan atau silaturahmi pimpinan Corcom PTFI ini, menurut rencana akan terus berlanjut pada beberapa hari mendatang sebagai ungkapan ikut bersama-sama menderita di dalam situasi dan kondisi alam yang tidak bersahabat dengan manusia akibat rusaknya lingkungan hutan di pegunungan Cyclop sejak beberapa tahun lalu.

“Kami berusaha mengunjungi rekan-rekan wartawan dan keluarganya yang dilanda bencana alam banjir bandang. Apabila masih ada waktu yang cukup, tentu kami akan mengunjungi keluarga wartawan lainnya yang sudah pindah jauh keluar dari wilayah Sentani. Bagaimanapun juga dan siapapun juga orangnya, hidup ini butuh silaturahim, saling meneguhkan dan menguatkan terutama di dalam situasi kehidupan yang sulit,” kata Kerry.

Secara terpisah, Marcel menyampaikan terima kasih atas kunjungan kasih dari perwakilan PTFI kepadanya dan keluarga.

“Terimakasih banyak. Tidak diduga-duga, Freeport sebesar ini mau mengutus salah seorang pemimpinnya yang adalah anak asli Papua bertandang di rumah sementara ini. Rumah yang kami tempati ini, bukan rumah kami, rumah kami sudah digenangi air berlumpur,” kata Marsel.

Yulinda istri Marcel berkisah tentang awal pelarian mereka sekeluarga dari kediaman mereka untuk menyelamatkan diri dan barang-barang seperlunya yang masih dapat diselamatkan.

“Saai itu, secara mendadak, kami mendengar ada suara gemuruh di atas gunung Cyclop. Terlihat juga tetangga mulai panik mendengar suara gemuruh itu. Secara spontan ada gerakan dari dalam hati untuk segera meininggalkan rumah. Tindakan paling pertama adalah menyelamatkan diri dan anak-anak. Karena itu, kami pun bergegas meninggalkan rumah,” kata Yulinda nada sedih mengenang hari-hari buruk dalam hidup mereka.

Walaupun hanya berhasil menyelamatkan diri dan barang-barang penting seadanya, lanjut Yulinda, mereka sekeluarga benar-benar merasa bersyukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan untuk hidup lebih lama lagi di muka bumi ini.

“Walaupun barang-barang perabot rumah, pakaian dan lainnya hancur berantakan dan rumah yang dilanda banjir berlumpur ini tidak mungkin dapat dihuni lagi, asalkan nyawa kami dapat selamat berkat kebaikan Tuhan. Keselamatan nyawa terjadi, karena kami tidak pernah meninggalkan doa,” katanya.

Selain Marcel wartawan di Jayapura yang terdampak bencana, ada sekitar 10 rekan wartawan lainnya saat terjadi banjir bandang yang melanda Sentani dan sekitarnya terhempas banjir berlumpur.

Saat ini, mereka semua tinggal sementara di rumah-rumah keluarga yang tidak terkena banjir bandang. Ada pula diantara mereka menempati rumah-rumah kosong yang selama ini belum ditempati pemiliknya karena bertugas di daerah pedalaman Papua.

“Untuk sementara waktu, kami tinggal di rumah milik sebuah keluarga yang bertugas di luar kota Sentani. Kami diberi kesempatan oleh pemilik rumah ini untuk menempati rumah yang belum dihuni sebelumnya sampai kami mendapatkan rumah sendiri,” kata Marsel diamini istrinya, Yulinda.