Jakarta (ANTARA) - Badan Pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendesak KPU untuk segera menyelesaikan Daftar Pemilih Tetap (DPT) invalid atau tidak benar dan DPT berdasarkan temuannya sebanyak 17,5 juta.

"Sesegera mungkin KPU Pusat tidak hanya melakukan pencocokan dan penelitian lewat seluruh aparat yang dimiliki, namun juga harus turun ke lapangan dalam rangka validasi dan verifikasi data DPT. Bila ada kemauan pasti ada jalan," kata Ketua Tim Informasi dan Teknologi (IT) BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Agus Maksum, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa.

Mereka, kata dia, sudah melaporkan temuan itu kepada KPU pada 1 Maret 2019, namun masih ditemukan DPT yang cacat dan belum diperbaiki sesuai janji KPU.

Dalam penelusuranya telah ditemukan data pemilih yang janggal dan tidak wajar, yakni jumlah pemilih dengan tanggal kelahiran 1 Januari, 1 Juli dan 31 Desember dalam jumlah yang sangat besar, masing-masing 2,3 juta, 9,8 juta dan 5,4 juta.

"Data yang tidak wajar itu berasal dari data yang invalid, ganda, dan data yang tidak melalui proses pencocokan dan penelitian. Sebagai misal, ditemukan di sebuah TPS adanya 228 orang yang lahir pada tanggal yang sama. Dan kenyataan aneh ini terdapat pada ratusan TPS yang terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu," kata Maksum.

Baca juga: DPR sebut persoalan DPT karena kesalahan Kemendagri

Baca juga: Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi tentang DPT Pemilu 2019

Baca juga: MPR: Polemik DPT selesai melalui transparansi

Mereka juga menemukan dugaan data Kartu Keluarga dan atau Nomor Induk Kependudukan yang terduplikasi sehingga berimplikasi pada jumlah DPT ganda dalam jumlah jutaan pada 5 provinsi di Jawa.

Bahkan, pihaknya telah menemukan data KK yang manipulatif.

"Satu KK ada yang berisi ratusan hingga ribuan orang di Banyuwangi, Magelang, dan lainnya. Hal ini merupakan manipulasi serius karena melanggar pasal 488 UU Pemilu Nomor 7/2017," katanya.

Temuan DPT invalid ini terjadi di beberapa wilayah dengan konsentrasi jumlah kasus terbesar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta.

"Bila ditambah dengan beberapa wilayah lain, total akumulasi dugaan DPT tidak wajar meliputi sekitar 18 juta kasus," kata dia.
Menurut dia, DPT yang mengandung banyak ketidakwajaran, tidak logis dan invalid itu merupakan ancaman terhadap legitimasi (keabsahan) pemilu.

"Ini harus diselesaikan sesegaea mungkin. Kita semua tidak ingin pemilu 17 April 2019 menjadi Pemilu yang tidak jujur, tidak adil, tidak berkualitas dan tidak berintegritas," ucapnya.

Oleh karena itu, kata Maksum, pihaknya mendesak seluruh lembaga dan badan negara, khususnya Kementerian Dalam Negeri RI sesegera mungkin menyelesaikan persoalan DPT tersebut.

"Kami mendesak dan mendorong Bawaslu ntuk memperkuat pengawasannya terhadap KPU," ujarnya.

Ia pun mengajak seluruh elemen masyarakat dan segenap rakyat Indonesia agar aktif mengawasi dan memverifikasi calon pemilih dengan mencocokkan DPT dengan calon pemilih di TPS masing-masing.