Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan kewajiban sertifikasi halal sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal jangan sampai menyulitkan para pelaku usaha.

"Yang belum sertifikasi, jangan dilarang berjualan. Tetap perbolehkan mereka berjualan sambil mengurus sertifikasi halal," kata Ikhsan di sela-sela pelatihan pendampingan pelaku usaha dan UMKM untuk memperoleh sertifikasi halal di Jakarta, Selasa.

Menurut Ikhsan, hal itu merupakan solusi jalan tengah di tengah kewajiban sertifikasi halal yang akan berlaku mulai 17 Oktober 2019, sementara masih banyak pelaku usaha yang mendapatkan sertifikasi halal.

Bila amanat Undang-Undang Jaminan produk Halal itu diberlakukan secara kaku, Ikhsan menilai akan memberatkan pelaku usaha terutama usaha mikro, kecil dan menengah.

"Mereka bisa dikenai sanksi yang sangat berat. Denda hingga Rp2 miliar dan kurungan hingga lima tahun," tuturnya.

Di sisi lain, Ikhsan berharap pelaku usaha tidak perlu khawatir dan segera mengurus sertifikasi halal. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di Indonesia, pangsa pasar produk halal sangat besar.

"Sayangnya, industri halal di Indonesia masih sangat sedikit. Kita masih di bawah Malaysia dalam hal industri halal," jelasnya.

Indonesia Halal Watch mengadakan pelatihan pendampingan pelaku usaha dan UMKM untuk memperoleh sertifikasi halal untuk menyongsong era wajib sertikasi halal sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal.

Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Produk Halal menyebutkan produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikasi halal.

Ayat (1) Pasal 67 Undang-Undang tersebut menyatakan kewajiban sebagaimana diatur pada Pasal 4 berlaku lima tahun sejak Undang-Undang tersebut diundangkan, yang berarti akan jatuh pada 17 Oktober 2019.

Baca juga: Presiden berharap sertifikasi halal untuk pengusaha mikro gratis

Baca juga: Wapres minta sertifikasi halal tak sulitkan masyarakat dan pengusaha