Jakarta (ANTARA) - Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf dituntut 10 tahun penjara karena dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp1,05 miliar terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 di Kabupaten Bener Meriah dan gratifikasi Rp42,221 miliar.

"Menyatakan terdakwa Irwandi Yusuf terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan kedua. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Irwandi Yusuf dengan pidana penjara selama 10 tahun dan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Ali Fikri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Meski JPU KPK menilai bahwa Irwandi punya peran yang besar dalam perdamaian Aceh, namun jaksa menuntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik terhadap Irwandi.

"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik untuk terdakwa selama 5 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya," tambah jaksa Ali.

Tuntutan itu dilakukan karena Irwandi dinilai berperan aktif dalam korupsi.

"Terdakwa adalah gubernur Aceh yang diharapkan berperan aktif dalam membebaskan daerah tersebut dari korupsi tapi faktanya selama terdakwa menjalankan tugas menerima suap dan gratifikasi. Pencabutan hak untuk dipilih adalah untuk melindungi publik dari persepsi yang salah tentang calon pemimpin yang mengkhianati amanat publik dengan melakukan KKN," ungkap jaksa.

Sedangkan staf khusus Irwandi, Hendri Yuzal juga disebut ikut bersama-sama dengan Irwandi dalam penerimaan suap tersebut.

"Menyatakan terdakwa Hendri Yuzal terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hendri dengan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa KPK Ali Fikri.

Sementara orang kepercayaan Irwandi Yusuf dan salah satu tim sukses Irwandi dalam Pilkada Gubernur Aceh tahun 2012 Teuku Saiful Bahri ikut dituntut penjara.

"Menyatakan terdakwa Teuku Saiful Bahri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hendri dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda selama Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata Jaksa KPK Ali Fikri.

Dalam dakwaan pertama Irwandi bersama Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri menerima suap sebesar Rp1,05 miliar dari Bupati Bener Meriah Ahmadi.

Pemberian itu dimaksudkan agar Irwandi melalui Hendri Yuzal dan Teuku Saiful Bahri mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) provinsi Aceh memberikan persetujuan terkai usulan Ahmadi agar kontraktor ataru rekanan dari kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program pembagnunan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 di kabupaten BEner Meriah.

Untuk Kabupaten Bener Meriah mendapat porsi DOKA sebesar Rp108,724 miliar yang dalam pelaksanaannya sejak 2018 hanya berhak menyampaikan program dan aspirasi kepada Gubernur Aceh.

Uang diserahkan Ahmadi dengan menggunakan sejumlah kata sandi yaitu "zakat fitrah lebaran" secara bertahap melalui Teuku Saiful Bahri dan Hendri Yuzal.

Uang lalu ditransfer ke beberapa orang yaitu Jason Utomo sebesar Rp190 juta untuk "DP ke-2 (medali)", Akbar Velati sebesar Rp173,775 juta untuk "DP ke-2 (jersey)", dan ke Ade Kurniawan dengan keterangan "pinjaman" sebesar Rp50 juta. Sedangkan sisanya diserahkan oleh Teuku Fadhilatul Amir kepada Teuku Saiful Bahri yang diberikan kepada Teuku Saiful Bahri sebesar Rp36 juta dan Rp50,225 juta disimpan Teuku Saiful Bahri.

Dalam dakwaan kedua, Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh masa jabatan 2017-2022 menerima gratifikasi berupa hadiah dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp8,717 miliar.

Sejak 8 Mei 2017 sampai Juli 2018 Irwandi menerima gratifikasi berupa uang yaitu pertama, mulai November 2018-Mei 2018 menerima uang melalui rekening atas nama Muklis di bank Mandiri sebesar Rp4,42 miliar dengan cara Muklis menyerahkan kartu ATM beserta nomor PIN kepada kepada Irwandi di rumah pribadinya.

Kedua, sekitar Oktober 2017 sampai Januari 2018 menerima uang melalui Fenny Steffy Burase sebesar Rp568,08 juta dari Teuku Fadhilatul Amri setelah mendapat perintah untuk melakukan transfer dari Teuku Saiful Bahri (salah satu tim sukses pilkada Gubernur Aceh 2017) di rumahnya di Aceh.

Ketiga, pada April-Juni 2018, Nizarli selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) provinsi Aceh merangkap Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah provinsi Aceh menerima uang dengan nilai total Rp3,729 miliar dari tim sukses Irwandi yang akan mengikuti paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkung pemerintah provinsi Aceh yang diterimakan oleh Erdiansyah.

Dari jumlah tersebut, yang berasal dari Kelompok Tiong alias Syamsul Bahri yang diberikan Mahyudin alias Raja Preman adalah sejumlah Rp3,329 miliar dan Rp400 juta dari Teuku Saiful Bahri yang seluruhnya disimpan di rekening bank BTN atas nama Erdiansyah Rahmi.

Dalam dakwaan ketiga, Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh tahun 2007-2012 bersama-sama dengan Izil Azhar alias Ayah Marine yang merupakan orang kepercayaan Irwandi dan tim sukses Pilkada Gubernur Aceh tahun 2017, menerima hadiah berupa uang seluruhnya sebesar Rp32,454 miliar.

Pada 2008, Irwandi melalui Izil Azhar menerima 18 kali transaksi senilai tolta Rp2,917 miliar. Pada 2009, Irwandi menerima 8 kali transaksi senilai total Rp6,937 miliar. Pada 2010, Irwandi menerima 31 kali transaksi sejumlah Rp9,57 miliar. Pada 2011, Irwandi menerima 39 kali transaksi sejumlah Rp13,03 miliar.

Seluruh uang tersebut berasal dari Board of Management (BOM) Nindya Sejati Joint Operation (JO) yaitu Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid alias Let Bugeh melalui Sabir Said, Muhammad Taufik Reza, Bayu Ardhianto dan Carbella Rizkan yang bersumber dari Dana Biaya Konstruksi dan Operasional Proyek Pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Aceh yang dibiayai APBN.