LPMK desak transparansi informasi pengelolaan dana kelurahan
25 Maret 2019 18:10 WIB
Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi saat melakukan panen sayuran yang ditanam warga memanfaatkan pekarangan rumah di Kelurahan Kricak. (ANTARA/Eka Arifa Rusqiyati)
Yogyakarta (ANTARA) - Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kota Yogyakarta mendesak pemerintah menyampaikan informasi mengenai pengelolaan dan pemanfaatan dana kelurahan secara transparan agar seluruh elemen masyarakat memahaminya.
"Kami sebagai mitra kerja kelurahan belum memperoleh informasi yang jelas mengenai mekanisme pengelolaan dana kelurahan. Oleh karena itu, kami meminta dewan untuk memfasilitasi pertemuan dengan eksekutif guna menjelaskan pengelolaan dana kelurahan," kata Wakil Ketua Asosiasi LPMK Kota Yogyakarta Singgih Paryanto di Yogyakarta, Senin.
Kalau memperoleh informasi yang lengkap, Singgih mengatakan LPMK di tiap kelurahan bisa saling menyelaraskan kegiatan atau program yang akan dilakukan sehingga tidak saling tumpang tindih.
Tahun ini setiap kelurahan di Kota Yogyakarta akan memperoleh dana kelurahan sebesar Rp352 juta yang bisa digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat.
Mengenai perubahan mekanisme penganggaran dana APBD untuk wilayah, mulai dari stimulan RT, RW sampai LPMK, dari berbentuk hibah menjadi anggaran belanja langsung yang dimasukkan dalam anggaran di kelurahan, Singgih mengatakan tidak mempermasalahkan aturan tersebut.
Berdasarkan aturan yang akan diberlakukan mulai 2020 tersebut, kuasa pengguna anggaran akan berada di tangan lurah dan bukan lagi RT, RW atau LPMK. "Tidak masalah. Yang penting saling koordinasi dan komunikasi saja," katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Yogyakarta Sujanarko mengatakan aturan terkait pengelolaan dana kelurahan mengalami perubahan yang cukup cepat dan informasi tersebut tidak tersampaikan hingga ke LPMK.
"Pemerintah Kota Yogyakarta sudah mengeluarkan surat edaran sebagai dampak dari perubahan Permendagri Nomor 130 Tahun 2018 mengenai pengelolaan kegiatan yang bersumber dari dana kelurahan 2019," katanya.
Aturan terbaru, Sujanarko mengatakan, sudah mencantumkan keterlibatan LPMK dalam perencanaan penggunaan anggaran. "Oleh karena itu, LPMK meminta agar ada regulasi yang kuat terkait dana kelurahan ini," katanya.
Sedangkan mengenai perubahan mekanisme penganggaran sejumlah dana stimulan wilayah dari sebelumnya hibah menjadi belanja langsung di kelurahan, Sujanarko mengatakan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta perlu memberikan informasi yang jelas ke wilayah.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan pemerintah tidak menghilangkan stimulan untuk wilayah tetapi mengubah mekanisme anggaran menjadi belanja langsung.
Perubahan tersebut ditujukan untuk memenuhi ketentuan peraturan dari pusat yaitu memberikan alokasi lima persen dari pendapatan daerah untuk kelurahan, setelah dikurangi dana alokasi khusus ditambah dana alokasi umum tambahan. Saat ini, alokasi untuk kelurahan baru mencapai sekitar tiga persen.
Baca juga:
Di Yogyakarta, alokasi anggaran kegiatan kelurahan belum lima persen
BPKAD Yogyakarta: Belum seluruh kelurahan gunakan dana kelurahan 2019
"Kami sebagai mitra kerja kelurahan belum memperoleh informasi yang jelas mengenai mekanisme pengelolaan dana kelurahan. Oleh karena itu, kami meminta dewan untuk memfasilitasi pertemuan dengan eksekutif guna menjelaskan pengelolaan dana kelurahan," kata Wakil Ketua Asosiasi LPMK Kota Yogyakarta Singgih Paryanto di Yogyakarta, Senin.
Kalau memperoleh informasi yang lengkap, Singgih mengatakan LPMK di tiap kelurahan bisa saling menyelaraskan kegiatan atau program yang akan dilakukan sehingga tidak saling tumpang tindih.
Tahun ini setiap kelurahan di Kota Yogyakarta akan memperoleh dana kelurahan sebesar Rp352 juta yang bisa digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat.
Mengenai perubahan mekanisme penganggaran dana APBD untuk wilayah, mulai dari stimulan RT, RW sampai LPMK, dari berbentuk hibah menjadi anggaran belanja langsung yang dimasukkan dalam anggaran di kelurahan, Singgih mengatakan tidak mempermasalahkan aturan tersebut.
Berdasarkan aturan yang akan diberlakukan mulai 2020 tersebut, kuasa pengguna anggaran akan berada di tangan lurah dan bukan lagi RT, RW atau LPMK. "Tidak masalah. Yang penting saling koordinasi dan komunikasi saja," katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Yogyakarta Sujanarko mengatakan aturan terkait pengelolaan dana kelurahan mengalami perubahan yang cukup cepat dan informasi tersebut tidak tersampaikan hingga ke LPMK.
"Pemerintah Kota Yogyakarta sudah mengeluarkan surat edaran sebagai dampak dari perubahan Permendagri Nomor 130 Tahun 2018 mengenai pengelolaan kegiatan yang bersumber dari dana kelurahan 2019," katanya.
Aturan terbaru, Sujanarko mengatakan, sudah mencantumkan keterlibatan LPMK dalam perencanaan penggunaan anggaran. "Oleh karena itu, LPMK meminta agar ada regulasi yang kuat terkait dana kelurahan ini," katanya.
Sedangkan mengenai perubahan mekanisme penganggaran sejumlah dana stimulan wilayah dari sebelumnya hibah menjadi belanja langsung di kelurahan, Sujanarko mengatakan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta perlu memberikan informasi yang jelas ke wilayah.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan pemerintah tidak menghilangkan stimulan untuk wilayah tetapi mengubah mekanisme anggaran menjadi belanja langsung.
Perubahan tersebut ditujukan untuk memenuhi ketentuan peraturan dari pusat yaitu memberikan alokasi lima persen dari pendapatan daerah untuk kelurahan, setelah dikurangi dana alokasi khusus ditambah dana alokasi umum tambahan. Saat ini, alokasi untuk kelurahan baru mencapai sekitar tiga persen.
Baca juga:
Di Yogyakarta, alokasi anggaran kegiatan kelurahan belum lima persen
BPKAD Yogyakarta: Belum seluruh kelurahan gunakan dana kelurahan 2019
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019
Tags: