Makassar (ANTARA) - Gubernur Sulsel HM Nurdin Abdullah berharap Kerukunan Keluarga Bulukumba (KKB) yang merupakan organisasi paguyuban mampu mendorong sosok daerah untuk bersedia menjadi calon pemimpin daerah.

"Saya cuma titipkan satu, jangan masuk ke ranah politik. Tetapi kita punya hak politik, kita punya hak organisasi ini untuk membuat atau menyiapkan kader pemimpin ke depan, siapa tahu ada yang terselip dan punya kualifikasi yang bagus," kata Nurdin Abdullah pada acara Musyawarah Besar (Mubes) Kerukunan Keluarga Bulukumba (KKB) III di Makassar, Minggu.

Dia mencontohkan, apa yang dialaminya sebelum menjabat bupati di Bantaeng. Saat masih memimpin perusahaan, dia didatangi oleh Kerukunan Keluarga Bantaeng (KKB) untuk meminta bersedia maju menjadi calon bupati.

"Waktu pertama saya tidak berkenan, saya selalu mengingat, kalau ada pekerjaan bukan pada ahlinya tunggu kehancurannya, itu saya takut Pak. Saya bukan orang pemerintahan dan juga bukan orang politik, jadi saya jadi bupati itu karena kecelakaan politik," sebutnya disambut tepuk tangan.

Lanjutnya, warga Sulsel di perantauan adalah pekerja keras dan selalu berhasil dimanapun mereka berada.

Ia selama enam bulan menjabat menemukan hal tersebut termasuk saat melantik Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) yang ada di berbagai daerah.

"Kita perantau memang dan rata-rata berhasil, punya kedudukan. Jika ketemu di satu daerah selalu dijemput dan makan tidak boleh bayar," ujarnya membuat hadirin tertawa.

Adapun kedatangannya dalam mubes ini sebagai keluarga besar Bulukumba dan juga sebagai gubernur atas undangan bupati.

"Saya datang hari ini sebagai keluarga besar Bulukumba. Saya dengan Pak Andi Sukri masih kerabat. Tentu kalau posisi jabatan saya lebih tinggi, tetapi saya harus hormat dengan Kakanda saya," ucapnya.

Nurdin Abdullah mengharapkan musyawarah dapat berjalan dengan lancar, dan organisasi ini bisa berkontribusi. Hadirnya KKB sebagai mitra strategis pemerintah dan unsur yang ada di dalamnya untuk ikut membangun Sulsel.

"Saya yakin Bulukumba potensinya luar biasa. Phinisi saja satu-satunya ada di dunia, pariwisata dan pertanian juga. Saya pikir tidak hanya Andi Sukri, tetapi kita memiliki peran semua," harapnya.

Adapun tema yang diangkat "Alemo Sibatu, Mali Siparappe, Sipakainge Sipakalebbi". Menggabungkan dua bahasa yakni Bugis dan Makassar/Konjo. Memiliki arti "Kita bersaudara, kita ada saudara, terjatuh kita saling mengangkat, jika ada yang salah saling mengingatkan".

Bupati Bulukumba, AM Sukri Sappewali, menyebutkan, organisasi ini membutuhkan dukungan Pemprov Sulsel dan gubernur.

Selain itu, ia berharap akan ada tokoh Bulukumba berkualitas yang bisa melanjutkan pembangunan di Bulukumba usai dia memimpin.

"Mari kita bangun Bulukumba ini, harapan saya warga di perantauan, kalau saya ada salah, saya diingatkan," sebut bupati dua periode yang akan mengakhiri masa jabatannya tahun depan.

Organisasi ini sebutnya cukup aktif dan hidup. Dengan hadirnya organisasi ini bisa menjaga kerukunan antara sesama masyarakat. Di depan gubernur ia menyampaikan, organisasi ini juga telah memiliki pengurus yang akan dilantik, termasuk di daerah lainnya di Indonesia.

"Saya siap melantik panitia di Pantai Bira, yang sudah dibangun oleh Pak Gubernur. Sekarang jauh lebih maju dan lebih baik," ujarnya.

Sementara itu, Penjabat Ketua KKB Pusat Makassar, Andi Badi Sommeng, mengatakan, KKB siap mendukung program pemerintah provinsi. "Kami mohon dibimbing, kami juga sudah memiliki cabang-cabang di daerah," ujarnya.

Andi Badi menjelaskan, lahirnya KKB pada 19 Januari 2003 dilahirkan oleh tokoh perantauan Andi Mansyur Sulthan.

"Beliau adalah orang tua kami yang sama-sama mendirikan KKB," katanya dengan sangat emosional dan menitikkan air mata.

Andi Badi menjelaskan bahwa Mansyur Sulthan adalah sosok yang banyak membimbing dirinya, tokoh dan masyarakat Bulukumba.

KKB ini selain didirikan oleh mereka berdua juga oleh Abdul Hamid Basma, Sadman, Padasi, Andi Bali Raja, Abdullah Dollah, Andi Syamsuddin Munde, Andi Gani Sirman, Arief Tjalo, dan Miskin Anis.

Pada mubes ini dihadiri masyarakat rantauan Bulukumba dari Sulawesi Barat (Sulbar), Kendari, Palu, Gorontalo, Manado, Kalimantan, dan Jakarta.