Riau jalur favorit penyelundupan satwa
23 Maret 2019 13:16 WIB
Burung Cendrawasih botak (Cicinnurus respublica) berada di dalam kandang ketika akan dilakukan identifikasi dan pemeriksaan kondisi kesehatan di Kantor BBKSDA Riau, di Pekanbaru, Riau, Jumat (22/3/2019). Otoritas Kepabeanan Dumai berhasil mengamankan 4 orang tersangka penyelundup dengan barang bukti 2 ekor primata dilindungi jenis Owa Ungko dan 38 ekor burung Cendrawasih, Kakatua Raja Hitam dan burung Rangkong. (ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Pekanbaru (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menyatakan bahwa Provinsi Riau merupakan jalur tradisional sekaligus favorit dalam kejahatan penyelundupan satwa dilindungi bagi para jaringan penyelundup satwa internasional.
Kepala BBKSDA Riau Suharyono kepada Antara di Pekanbaru, Sabtu mengatakan aktivitas penyelundupan satwa dilindungi dari Indonesia ke luar negeri cukup marak dilakukan pada tahun 1990 hingga awal 2000-an.
"Jadi Riau ini jalur tradisional. Dari dulu dipakai namun sempat ditinggalkan, beralih menggunakan transportasi udara. Sekarang mereka balik lagi. Ini sama kejadiannya seperti awal 2000 an saat marak penyelundupan trenggiling," kata Haryono.
Ia menjelaskan bahwa sepanjang 2019 ini tercatat tiga kali kasus penyelUndupan satwa dilindungi yang terjadi dibawah area kewenangan BBKSDA Riau.
Sekitar dua pekan lalu, katanya, terjadi aksi penyelundupan 31 satwa dilindungi jenis unggas, termasuk diantaranya jenis cenderawasih yang terjadi di Batam, Kepulauan Riau. Kemudian, sekitar satu bulan yang lalu juga terjadi aksi penyelundupan dengan jenis satwa yang sama via pelabuhan tikus di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.
Terakhir, aktivitas penyelundupan satwa dilindungi kembali berhasil diungkap di Kota Dumai dengan 40 satwa jenis unggas dan primata berhasil diselamatkan sebelum sempat menyeberang secara gelap ke Malaysia.
Dia mengatakan rangkaian aktivitas tersebut menjadi indikasi kuat bahwa aksi penyelundupan kembali marak terjadi, dengan Riau sebagai wilayah yang kerap digunakan sebagai jalur utama pelaku.
"Mereka ini satu rangkaian yang terorganisir. Meskipun beda narkoba, namun mereka juga punya jaringan dari Indonesia ke Malaysia," jelasnya.
Untuk itu, dia mengimbau kepada masyarakat apabila menemukan aktivitas mencurigakan yang terindikasi bagian dari jaringan penyelundupan satwa dilindungi untuk dapat segera melaporkan ke pihak berwajib. Dia mengatakan, khusus BBKSDA Riau sendiri telah membuat 'call center' atau sistem pelaporan terpadu sehingga masyarakat dapat dengan mudah memberikan informasi ke petugasnya.
"Kepada masyarakat sekiranya menemukan atau mengetahui terkait perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilakukan secara ilegal dapat melaporkan ke call center kita di 0813-7474-2981," ujar Haryono.
Petugas Bea dan Cukai Kota Dumai serta TNI AL berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 40 satwa dilindungi. 38 diantar satwa itu merupakan jenis unggas yang terdiri dari tujuh ekor cenderawasih minor (Paradisea minor), dua ekor cenderawasih mati kawat (Seleucidis melanoleucus), dua ekor cenderawasih raja (Cicinnurus regius), dua cenderawasih botak (Cicinnurus republica).
Selanjutnya turut disita 12 ekor burung kakak tua raja (Probosciger aterrimus) dan tiga ekor burung julang emas Sulawesi (Acetos cassidix). Selain itu, petugas turut menyita dua ekor ungko dan 10 burung lainnya yang belum terindentifikasi.
Suharyono mengatakan terdapat lima orang pelaku turut ditangkap dari pengungkapan tersebut. Mereka terdiri dari empat pria warga Lampung masing-masing YA (28), TR (21), AN (24) dan SW (36). Sementara turut diamankan seorang warga lokal asal Kabupaten Bengkalis berinisial EF (48), yang diduga berperan sebagai penghubung.
Kepala Balai Gakkum Sumatera Eduwar Hutapea menjelaskan status para pelaku masih terperiksa. Dia mengatakan pihaknya memiliki waktu 24 jam untuk menetapkan status para pelaku.
"Kita masih terus melakukan pemeriksaan secara maraton karena baru tiba di Pekanbaru jam tiga dinihari tadi setelah kita jemput ke Dumai," kata Edo.
Kepala BBKSDA Riau Suharyono kepada Antara di Pekanbaru, Sabtu mengatakan aktivitas penyelundupan satwa dilindungi dari Indonesia ke luar negeri cukup marak dilakukan pada tahun 1990 hingga awal 2000-an.
"Jadi Riau ini jalur tradisional. Dari dulu dipakai namun sempat ditinggalkan, beralih menggunakan transportasi udara. Sekarang mereka balik lagi. Ini sama kejadiannya seperti awal 2000 an saat marak penyelundupan trenggiling," kata Haryono.
Ia menjelaskan bahwa sepanjang 2019 ini tercatat tiga kali kasus penyelUndupan satwa dilindungi yang terjadi dibawah area kewenangan BBKSDA Riau.
Sekitar dua pekan lalu, katanya, terjadi aksi penyelundupan 31 satwa dilindungi jenis unggas, termasuk diantaranya jenis cenderawasih yang terjadi di Batam, Kepulauan Riau. Kemudian, sekitar satu bulan yang lalu juga terjadi aksi penyelundupan dengan jenis satwa yang sama via pelabuhan tikus di Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.
Terakhir, aktivitas penyelundupan satwa dilindungi kembali berhasil diungkap di Kota Dumai dengan 40 satwa jenis unggas dan primata berhasil diselamatkan sebelum sempat menyeberang secara gelap ke Malaysia.
Dia mengatakan rangkaian aktivitas tersebut menjadi indikasi kuat bahwa aksi penyelundupan kembali marak terjadi, dengan Riau sebagai wilayah yang kerap digunakan sebagai jalur utama pelaku.
"Mereka ini satu rangkaian yang terorganisir. Meskipun beda narkoba, namun mereka juga punya jaringan dari Indonesia ke Malaysia," jelasnya.
Untuk itu, dia mengimbau kepada masyarakat apabila menemukan aktivitas mencurigakan yang terindikasi bagian dari jaringan penyelundupan satwa dilindungi untuk dapat segera melaporkan ke pihak berwajib. Dia mengatakan, khusus BBKSDA Riau sendiri telah membuat 'call center' atau sistem pelaporan terpadu sehingga masyarakat dapat dengan mudah memberikan informasi ke petugasnya.
"Kepada masyarakat sekiranya menemukan atau mengetahui terkait perdagangan tumbuhan dan satwa liar yang dilakukan secara ilegal dapat melaporkan ke call center kita di 0813-7474-2981," ujar Haryono.
Petugas Bea dan Cukai Kota Dumai serta TNI AL berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 40 satwa dilindungi. 38 diantar satwa itu merupakan jenis unggas yang terdiri dari tujuh ekor cenderawasih minor (Paradisea minor), dua ekor cenderawasih mati kawat (Seleucidis melanoleucus), dua ekor cenderawasih raja (Cicinnurus regius), dua cenderawasih botak (Cicinnurus republica).
Selanjutnya turut disita 12 ekor burung kakak tua raja (Probosciger aterrimus) dan tiga ekor burung julang emas Sulawesi (Acetos cassidix). Selain itu, petugas turut menyita dua ekor ungko dan 10 burung lainnya yang belum terindentifikasi.
Suharyono mengatakan terdapat lima orang pelaku turut ditangkap dari pengungkapan tersebut. Mereka terdiri dari empat pria warga Lampung masing-masing YA (28), TR (21), AN (24) dan SW (36). Sementara turut diamankan seorang warga lokal asal Kabupaten Bengkalis berinisial EF (48), yang diduga berperan sebagai penghubung.
Kepala Balai Gakkum Sumatera Eduwar Hutapea menjelaskan status para pelaku masih terperiksa. Dia mengatakan pihaknya memiliki waktu 24 jam untuk menetapkan status para pelaku.
"Kita masih terus melakukan pemeriksaan secara maraton karena baru tiba di Pekanbaru jam tiga dinihari tadi setelah kita jemput ke Dumai," kata Edo.
Pewarta: Anggi Romadhoni
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019
Tags: