Denpasar (ANTARA News) - Konferensi internasional dan pertemuan anggota tahunan Transparency International atau TI di Nusa Dua, Bali, memusatkan pembahasan masalah pengembalian aset hasil korupsi, terutama yang disimpan di negara lain. Kegiatan yang berlangsung lima hari mulai Kamis, dengan tema "koalisi global gerakan antikorupsi" itu, diikuti kepengurusan TI dari 95 negara di dunia, termasuk para aktivis antikorupsi dan pengacara dari sejumlah organisasi internasional. Selain memfokuskan masalah pengembalian aset hasil korupsi atau asset recovery, juga membahas sejumlah agenda penting lainnya, seperti transparansi pendapatan pada sektor minyak dan gas, pelaksanaan monitoring Konvensi PBB Antikorupsi, transparansi dan standar keuangan partai, korupsi peradilan dan lainnya. Mengawali kegiatan tersebut, Ketua TI Pusat/Berlin, Huguette Labelle, Ketua Dewan Pengurus TI Indonesia, Todung Mulya Lubis, dan sejumlah pembicara lainnya, tampil dalam forum workshop atau sarasehan guna memberi pemahaman lebih detail mengenai berbagai hal dalam upaya pemberantasan korupsi dan pengembalian aset. Todung Mulya Lubis dalam penjelasannya menyebutkan, masalah asset recovery meliputi tiga strategi besar upaya mendapatkan kembali kekayaan negara yang dicuri dan disembunyikan di luar negeri. Ketiga strategi itu yakni menuntut koruptor secara perdata, sehingga kekayaan negara yang dicuri bisa segera dibekukan. Pemerintah melalui mekanisme UNCAC (United Nations Convention Againts Corruption) melakukan perampasan kekayaan yang dicuri dan menggunakan kekuatan konvensi tersebut untuk membuka akses di negara-negara tempat penyembunyian aset. Kemudian membahas masalah "civil society monitoring", yang menyangkut pentingnya melakukan pemantauan proyek-proyek publik sejak proses tender, yang dinilai masih banyak terjadi "permainan" dalam upaya menggerogoti uang negara. TI juga berupaya membedah permasalahan pembangunan yang dikaitkan dengan kemiskinan. Lembaga ini akan membeberkan kontribusinya melalui transparansi, keadilan anggaran dan akses monitoring bagi masyarakat. Membahas kebocoran-kebocoran pendapatan pada sektor industri ekstraktif (migas) yang sering disembunyikan melalui berbagai bentuk kegiatan legal, dengan mengedepankan sistem dan mekanisme yang lebih terbuka, bersih serta adil. Kemudian membahas standar transparansi dan akuntabilitas pendanaan partai politik, masalah dana kampanye serta standar pemantauan bagi masyarakat. Mengupas tantangan dan peran ASEAN dalam gerakan pemberantasan korupsi di wilayah masing-masing serta "Advancing and Monitoring UNCAC" guna mengetahui kemajuan implementasi Konvensi PBB melawan korupsi dan strategi monitoring yang dilakukan masyarakat.(*)